Saking banyaknya jenis pengetahuan yang harus dikuasai oleh calon Brahmana, seringkali sebuah asrama tak mampu mencukupi sendiri sumber pengetahuan yang harus dipelajari oleh para siswanya. Karena itu, seorang Brahmacari atau calon Brahmana harus mencari ilmu di tempat lain dengan melakukan perjalanan.
"Dia akan menimba ilmu di asrama yang lain, untuk melengkapi pengetahuan yang tidak dimiliki oleh asramanya sendiri," ujarnya.
Perjalanan itu seringkali tak hanya dilakukan di daerah Mataram atau bahkan Jawa saja. Seringkali seorang calon Brahmana juga harus melakukan perjalanan menimba ilmu ke seluruh Nusantara, bahkan dunia.
Setelah berhasil mengumpulkan semua ilmu pengetahuan yang dibutuhkan, barulah seorang siswa diberikan tanda lulus berupa upanayana. Setelah itu dia diberikan kebebasan oleh gurunya untuk melanjutkan menjadi seorang Brahmana, atau kembali ke rumah untuk menjadi Ksatria.
"Inilah yang perlu kita ketahui bahwa di lingkungan Yogyakarta ini itu adalah wilayah-wilayah Brahmana mencari ilmu yang kemudian membentuk peradaban kita," kata dia.
Karena itu, KRT Manu J Widyaseputra menyayangkan ketika melihat banyak sungai dan hutan saat ini rusak. Padahal, sungai dan hutan itulah yang menjadi cikal bakal terbangunnya peradaban Yogyakarta saat ini.
“Yang jelas saya katakan bahwa peradaban pada masa lalu itu muncul di tepi sungai dan di hutan, bukan di kota. Jadi kita punya peradaban tinggi itu awalnya dari sana. Ketika sekarang hutan kita rusak, sungai kita rusak, kita tidak punya lagi wilayah yang membentuk peradaban itu," kata KRT Manu J Widyaseputra.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait