"Sekitar tahun 70 atau 80an itu pemerintah melalui Kementerian PUPR buat saluran IPAL di daerah Sewon, Bantul. Tetapi, kapasitasnya hanya 25.000, sedangkan jumlah rumah di Kota Jogja itu lebih dari 300 ribu dan itu jauh dari cukup," katanya.
Selain itu, sistem IPAL yang sudah ada itu justru tidak dimanfaatkan secara maksimal. Sehingga hal ini masih menimbulkan masalah bagi kualitas air tanah di daerah perkotaan.
"Jogja itu kan disebut sebagai kota istimewa. Pertanyaannya adalah istimewa dimana? Kalau hal-hal semacam ini tidak diperhatikan oleh pemerintah," ujarnya.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya memiliki wewenang yang kuat untuk membangun sistem pengendalian lingkungan yang baik. Sehingga, menurutnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak bisa mengatasi persoalan tersebut.
"UGM itu punya percontohan, sudah punya sistem pengelolaan air yang airnya langsung bisa diminum dari kran. Kami sudah komunikasi dengan pemerintah, tetapi responnya tidak cepat, pemerintah beralasan karena kekurangan dana. Seharusnya kan gampang cari investor," ucapnya.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait