YOGYAKARTA, iNews.id- Keris menjadi salah satu 'senjata' wajib yang harus disematkan untuk masyarakat Yogyakarta ketika mengenakan baju adat. Kendati menjadi ciri khas budaya Jawa, ternyata DIY mengalami krisis empu keris.
Empu adalah pembuat keris pusaka di mana biasanya keris yang mereka buat memiliki 'kekuatan atau kelebihan' tertentu.
Cucu Sri Sultan HB X, Gusti Kukuh Hestrianing mengatakan, berbagai penyebab mengakibatkan minimnya empu keris di wilayah ini. Saat ini di DIY hanya ada tiga empu keris, di mana salah satunya berada di Kabupaten Sleman. "Kalau yang satu itu ada di Sleman," kata dia, Selasa (29/11/2022).
Empu yang dimaksud adalah bukan sekedar membuat keris namun pembuat dianggap mencerminkan empu seperti jalan dahulu. Salah satu yang menghambat adalah memang selama ini regenerasi empu sangat sulit dilakukan di wilayah ini.
Menurutnya sejak masa Sri Sultan HB I, II, III hingga Sri Sultan HB IX masih ada hasil karya yang booming. Masing-masing Sultan memiliki kebijakan bagaimana agar para empu ini produktif memenuhi permintaan.
"Salah satunya kala itu Sultan memiliki kebijakan untuk meminta warga membuat keris Jalak Tumpeng. Sehingga dengan kebijakan tersebut membuat empu sangat produktif," kata dia.
Namun pada zaman Sri Sultan HB X saat ini tidak ada lagi. Dia memaklumi karena saat ini zaman sudah berubah. "Sebenarnya perlu kebijakan bagaimana agar keris kembali booming. Mungkin dengan dapur (bentuk) sama tetapi pamor berbeda," kata dia.
Sebagian besar empu memang bermunculan sebelum kamardikan alias kemerdekaan. Sebenarnya paska kemerdekaan juga banyak bermunculan produsen keris namun hanya sebatas sebagai pandai besi.
Dia mengakui keris memang bisa dibuat pande besi yang terbiasa membuat alat pertanian. Biasanya keris yang diproduksi pande besi hanyalah digunakan sebagai aksesoris, bukan pusaka.
Keris-keris aksesoris tersebut dibuat pande besi karena tidak membutuhkan eksitorik atau hal-hal ghaib. Sehingga pande besi hanya membentuk besi dengan ditempa beberapa kali.
"Tetapi kalau pusaka itu bisa dengan 1.500 sampai 3.000 tempaan. Jadi dilapis kemudian dilapisi lagi," ujarnya.
Proses pembuatan satu buah keris pusaka bisa mencapai tiga tahun. Hal ini tentu tidak banyak yang mampu membuat keris. Dia memang belum ada orang khusus yang memiliki kemampuan membuat keris sepuh (pusaka) di zaman sekarang karena melalui proses prihatin terlebih dahulu.
Di ISI Solo ada jurusan Empu Keris namun lulusannya belum mampu membuat keris sepuh yang ampuh. Karena memerlukan perilaku prihatin yang cukup berat misalnya harus puasa 100 hari. "Zaman sekarang sangat jarang menemukan yang mampu laku prihatin itu," kata dia.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait