Tidak sekadar menjaga kebersihan lingkungan namun juga harus menjaga kebersihan perilaku. Di mana manusia tidak boleh berperilaku negatif ketika di area gunung ini jika ingin tetap selamat sehat walafiat.
"Utamanya di situ tidak boleh mengotori. Siapa pun yang datang ke situ, kalau ada sampah, harus dikumpulkan, dibawa turun. Budaya kebersihan itu juga sangat penting,"kata dia.
Dia kembali menegaskan, harus dibudayakan juga untuk menjaga alam, seperti tidak menebang pohon sembarangan. Selain itu tempat-tempat sakral harus dihormati sebagai penghargaan manusia terhadap segala makhluk lain yang berbagi bumi.
"Hal itu bisa dilakukan, salah satunya menjaga tutur kata ketika naik gunung. Perkataan harus baik. Yang baik-baik saja, yang tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain,” pesan ayah dua anak ini.
Mbah Asih aktif bermasyarakat. Dia rutin mengikuti hajatan warga, tirakatan, uyon-uyon, dandan kali (memelihara sungai), nyadran (mendoakan leluhur), dan lain sebagainya. la menyadari gotong royong semacam itu vital bagi kelangsungan hidup mereka sehari-hari. “Tanpa kerja sama dengan masyarakat tidak bisa jalan," ucapnya.
Sebagai juru kunci, Mbah Asih sesekali juga diminta oleh pengunjung Merapi untuk mengantar mereka berziarah. Jika ada orang yang berkeinginan berdoa di suatu lokasi maka di harus mengantarkan. Beberapa lokasi yang menjadi favorit untuk berziarah adalah di Srimanganti, di Alas Bedengan, atau petilasan. "Dalam hal ini, peran saya hanya mengantarkan. Selanjutnya, yang punya hajat itu silakan," ujarnya.
Mbah Asih dan rekan-rekan bersinergi dengan BMKG dan BPTTKG DIY untuk menjaga keselamatan warga sekitar. Tugasnya sebagai pengirit sebatas meneruskan informasi kepada warga dan menghimbau mereka untuk waspada saat diperlukan. Sementara perintah mengungsi dan penanganan para pengungsi berada di tangan pemerintah.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait