YOGYAKARTA, iNews.id – Universitas Gadjah Mada (UGM) membentuk Tim Gugus Tugas Kemandirian Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (KIFA) UGM. Tim ini diharapkan mampu mendorong terciptanya produk farmasi dan alat kesehatan agar bisa dihilirkan dengan menggandeng pihak ketiga.
Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan, selama pandemi Covid-19 lebih dari 1,5 tahun menjadi momentum untuk meningkatkan kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan. Selama masa pandemi penanganannya sangat bergantung pada vaksin dan obat yang bahan bakunya berasal dari luar negeri.
“Kemandirian harus dilakukan dengan bersinergi lewat berbagai instansi dan industri,” kara Rektor UGM saat meluncurkan tim Gugus Tugas dalam webinar yang bertajuk Kemandirian Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, disaksikan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI Laksono Tri Handoko dan staf khusus Menkes Prof Laksono Trisnantoro.
Rektor menyebutkan saat ini kurang lebih 95 persen bahan baku produk farmasi masih diimpor dari luar negeri. Bahkan alat kesehatan yang ada di berbagai di rumah sakit pun sekitar 94 persen bergantung pada produk impor.
“Ketergantungan kita pada impor bahan baku obat dan alat kesehatan masih sangat besar,”katanya.
Beberapa bahan baku yang masih impor menurut di antaranya Beta lactam sebagai bahan pembuatan obat amoksilin, lalu phenol untuk pembuatan para amino phenol. Selanjutnya Benzene untuk para nitrochlorobenzene, dan gelatin untuk pembuatan kapsul. Semua bahan baku ini diimpor dari Cina, India, Italia, Spanyol, Korea dan Malaysia.
“Selamat bertugas kepada tim gugus tugas dan kami menunggu terobosan untuk peningkatan kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan di Indonesia,” kata Rektor.
Kepala BRIN Laksono Tri Handoko menuturkan, pihaknya memfasilitasi para riset dari berbagai instansi manapun dari seluruh Indonesia. Jika ada potensi akan dikerjasamakan dengan pihak industri.
“Secara regulasi, kami sangat mendukung kegiatan riset dan inovasi. Kami juga punya kebijakan insentif pajak produk riset kerja sama dengan industri, lalu soal royalti hingga dana abadi dana riset meski baru Rp 5 triliun,” katanya.
Semua kemudahan regulasi ini akan sia-sia bila tidak didukung dan tidak bisa menggandeng industri dan pelaku usaha. Oleh karena itu BRIN akan memfasilitasi dari sisi periset maupun pelaku usaha agar hasil inovasi riset bisa dimanfaatkan.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait