5 Fakta Kampung Pitu di Puncak Gunung Api Purba: Hanya Dihuni 7 Keluarga hingga Ada Telaga Pemandian Kuda Gaib

JAKARTA, iNews.id - Terdapat sebuah perkampungan bernama Kampung Pitu di puncak gunung api Purba. Lokasi pasti dari kampung tersebut berada di Dusun Nglanggeran Wetan, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta atau sebelah timur puncak gunung api purba Nglanggeran.
Dalam bahasa Jawa, kampung pitu berarti ‘kampung tujuh’. Maksudnya, kampung tersebut hanya dihuni oleh tujuh keluarga di tujuh rumah.
Adapun sederet fakta menarik dari kampung Pitu yang dilansir iNews.id dari berbagai sumber pada Senin (28/11/2022) adalah sebagai berikut.
Mitos yang beredar mengatakan bahwa kampung Pitu tidak boleh dihuni oleh lebih dari tujuh keluarga. Jika dilanggar, maka keluarga ke-8 dan selanjutnya yang ingin bermukim di kampung tersebut akan menjumpai kesialan, seperti konflik dengan tetangga yang tak kunjung usai, sering sakit-sakitan, hingga meninggal dunia.
Oleh sebab itu, anak cucu dari tujuh keluarga yang ingin menikah atau berkeluarga sendiri harus tinggal di luar kampung Pitu untuk menghindari kesialan. Namun jika benar-benar ingin tinggal di kampung Pitu, maka keluarga baru tersebut harus bergabung dengan salah satu dari tujuh keluarga yang ada.
Sebagai informasi, luas kampung Pitu mencapai tujuh hektar. Konon, tanah kampung tersebut merupakan pemberian dari keraton Yogyakarta.
Tanah itu adalah imbalan bagi salah seorang warga yang berhasil menjaga pusaka yang ada di dalam pohon Kinah Gadung Wuluh. Dengan demikian, satu keluarga akan mendapatkan satu hektar tanah di sekitar pohon tersebut.
Sebagaimana yang telah dijelaskan, tanah kampung Pitu diberikan kepada salah seorang warga yang mampu menjaga sebuah pusaka di gunung Purba. Seseorang yang dimaksud bernama Eyang Iro Kromo.
Dengan demikian, tujuh keluarga yang kini menempati kampung Pitu merupakan keturunan Eyang Iro Kromo. Bahkan warga setempat meyakini bahwa orang di luar keturunan Eyang Iro Kromo yang nekat menempati kampung tersebut akan menemui kesialan.
Editor: Komaruddin Bagja