Bubur Sayur Lodeh, Menu Wajib Berbuka Puasa di Masjid Kauman Bantul
BANTUL, iNews.id – Masjid Sabilurrosyad di Kampung Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, DIY tiap Ramadan selalu dipadati jamaah.
Selain untuk beribadah dan beriktikaf, mereka juga ingin berbuka puasa di masjid tersebut. Masjid yang dibangun pada 1570 silam itu menyediakan menu berbuka yang khas tiap Ramadan, yakni bubur lodeh. Makanan khas berbuka puasa itu sudah ada sejak masjid tersebut didirikan.
Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Kabupaten Bantul. Dari cerita dan peninggalan yang ada, masjid ini didirikan oleh Panembahan Bodho pada 1570 Masehi.
Panembahan Bodho sebenarnya merupakan bangsawan yang tinggal di lingkungan kerajaan. Namun dia memiih keluar dan berbaur dengan masyarakat biasa meninggalkan kerajaan hingga akhirnya mendirikan masjid tersebut.
Menu takjil bubur sayur lodeh, dibuat oleh takmir masjid di halaman masjid. Tidak hanya warga sekitar, siapa pun boleh ikut menikmati menu ini ketika waktu berbuuka tiba. Biasanya warga akan berdatangan ketika mendekati waktu berbuka sembari mendengarkan pengajian yang diberikan oleh takmir masjid.
“Mulai hari pertama takjil untik berbuka ini, bubur lodeh dengan krecek,” kata Sekretaris Takmir Masjid Sabilurrosyad, Haryadi, Minggu (12/5/2019).
Dia menuturkan, tradisi takjil bubur lodeh sudah berlangsung ratusan tahun. Sejak zaman Panembahan Bodho atau pada abad 16 sekitar 1570 Masehi, tradisi sudah berjalan. "Secara turun temurun tradisi tersebut tetap dilestarikan," ucapnya.
Menurut Haryadi, pada hari biasa di Bulan Ramadan, panitia haya menyediakan sekitar 70 sampai 100 porsi bubur. Namun khusus hari Jumat, jumlah porsi yang disediakan akan lebih banyak, sebab banyak warga yang datang untuk mengikuti pengajian yang rutin dilakukan pada Jumat sore.
“Hari biasa paling hanya 3 kilogram untuk 100 porsi, tetapi kalau Jumat bisa 8 kilogram atau sekitar 300 porsi,” katanya.
Pada hari ke-20 atau di Jawa dikenal dengan Malam ke21 atau Selikuran, takjil akan diganti dengan nasi. Ini menjadi pengingat bahwa Ramadan tinggal sembilan hari lagi. Filosofinya, untuk mengajak warga semakin giat untuk meningkatkan ibadah selama bulan Puasa agar tidak merugi.
“Ini adalah salah satu bentuk kesederhanaan yang diajarkan Panembahan Bodho,” Nur Jauzak, takmir masjid yang lain.
Panembahan Bodho yang memiliki nama asli Raden Trenggono, merupakan Adipati Terung ketiga. Dia memilih menjadi murid Sunan Kalijaga untuk menyiarkan agama Islam.
Dia dijuluki Panembahan Bodho karena memilih meninggalkan istana dan hidup di masyarakat biasa. Dia pun menolak mendapatkan gelar adipati.
Editor: Kastolani Marzuki