Cerita Petani di Sekitar TPST Piyungan yang Gagal Panen akibat Banjir Sampah
BANTUL, iNews.id- Kondisi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan saat ini sudah penuh. Berbagai persoalan sering timbul akibat sampah-sampah yang penuh tersebut.
Selain Lindi, sampah-sampah tersebut sering longsor dan membanjiri lahan pertanian.
Sukadi, petani asal Banyakan 3 yang memiliki lahan seluas 3.000 meter persegi di sebelah utara TPST Piyungan ini terlihat ikut berdemonstrasi menuntut agar TPST Piyungan ditutup secara permanen.
Karena pemerintah belum memberi solusi atas lahan pertanian mereka yang sering kebanjiran sampah.
Sukadi mengatakan setiap musim penghujan tumpukan sampah selalu turun menutupi drainase. Sehingga drainase tersebut membludak dan membuat tanggul jebol dan akhirnya sampah-sampah tersebut masuk ke lahan pertanian mereka.
"Sampah masuk ke sawah dan menutup seluruh area. tentu membuat sawah rusak,"ujar dia, Sabtu (7/5/2022).
Sawah mereka rusak dan tanaman yang dibudidayakan dipastikan tidak bisa dipanen. Sehingga mereka mengalami kerugian yang tidak sedikit.
Kondisi ini sudah mereka alami sejak 2014 yang lalu. Setiap musim penghujan selalu saja mereka was-was khawatir terjadi banjir dan sampah masuk ke lahan pertanian mereka. "Dan selama ini belum ada solusi pemerintah untuk kami," ujarnya.
Jika sampah membanjiri lahan mereka maka tentu mereka harus mengeluarkan biaya ekstra. Petani harus membersihkan sampah terlebih dahulu dari lahan mereka ketika akan memulai masa tanam.
Tak hanya membutuhkan biaya ekstra, namun juga waktu yang cukup lama. Di lahan dia seluas sekitar 3.000 meter persegi, Sukadi membutuhkan waktu dua minggu untuk membersihkan dan meratakan lahannya.
Kepala Balai Pengelolaan Sampah TPST Piyungan, Jito mengakui jika sampah sering longsor terutama di musim penghujan. Pasalnya sampah-sampah tersebut bercampur antara organik dengan anorganik.
"Kalau sampah tersebut campur kan tidak bisa menyatu sehingga gampang longsor," kata dia.
Editor: Ainun Najib