Kejamnya PKI, Letkol Sugiyono Dipukul dan Dilempar Batu Kepalanya hingga Meninggal
YOGYAKARTA, iNews.id- Upaya pemberontakan PKI juga menelan korban di Jogja. Dua perwira Angkatan Darat (AD) dibantai dengan sadis di Kota Pelajar ini.
Satu korban kekejaman PKI adalah Kasrem 072/Pamungkas Letkol Inf Sugiyono. Dia dibunuh pada tanggal 1 Oktober 1965. Oleh PKI dia dimasukkan dalam lubang kotak segi panjang berukuran 3 X 5 meter. Selain Letkol Sugiyono, Kolonel Inf Katamso juga dibunuh dan dimasukkan dalam lobang yang sama.
Putra ke enam Kolonel Inf Anumerta Sugiyono, Ganis Priyono menceritakan, ayahnya dibunuh dengan sadis. Dia dipukul dengan kunci mortir peluru kendali yang ukurannya besar di markas Bataliyon L.
Dalam kondisi masih hidup Letkol Sugiyono kemudian dimasukkan di dalam lubang empat persegi panjang berkuran 3x4. Dia dilempar ke dalam lubang tepat di atas Kolonel Inf Katamso yaang sudah meninggal. Karena masih hidup Letkol Sugiyono kembali dilempar batu kepalanya hingga pecah.
"Penculikan dan pembunuhan itu berawal setelah ayah saya dilantik menjadi Kasrem 072 Pamungkas oleh Pangdam Diponegoro di Makodam Semarang. Ayah saya ingin menghadap dan melapor ke Danrem 072 Pamungkas Kolonel Inf Katamso di Yogyakarta, 1 Oktober 1965," kata Ganis.
Kol Sugiyono saat itu berangkat dari Semarang ke Yogyakarta mengunakan mobil Gaz. Sampai di Magelang, diberhentikan oleh Kapten Suryotomo dan diminta untuk tidak meneruskan perjalanan ke Yogyakarta, sebab situasi Yogyakarta sedang kacau dan tidak aman. Namun hal itu tidak diindahkan dan tetap melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta.
“Meski sudah dicegah, tetapi ayahnya ngeyel. Sebab merasa harus menjalankan tugas melapor Danrem, jika sudah diangkat menjadi Kasrem, sehingga harus menemui Danrem di Yogya,” kata Ganis.
Tiba di Yogyakarta, sudah sore dan langsung ke kantor Makorem lama yang ada di Jalan Sudirman, sekarang Museum TNI AD Dharma Wiratama. Tetapi di Makorem Danrem tidak ada. Karena tidak ada, kemudian insiastif ke rumah dinas Danrem yang jaraknya hanya berapa puluh meter sebelah barat Makorem yang saat ini mejadi kantor bank swasta dan toko roti
Sampai di rumah dinas Danrem, juga tidak bertemu. Saat itu Kol Sugiyono mendapat informasi Kolonel Inf Katamso yang hanya memakai piyama, dibawa paksa oleh beberapa tentara Batalyon L.
Karena tidak ketemu, ayahnya kembali ke Makorem. Di Makorem, ternyata yang bertugas sudah ganti semua, yaitu yang sudah terkontimaasi PKI. Oleh petugas itu Letkol Sugiyono diminta ke Batalyon L di Kentungan, karena ditunggu oleh Danrem. Karena ingin menemui Danrem, tanpa curiga, Letkol Sugiyono pun berangkat kesana.
Setelah itu, ayahnya langsung menuju Batalyon L di Kentungan dengan naik mobil Gaz. Sampai di lokasi setelah turun dari mobil, langsung dipukul pakai kunci mortil peluru kendali yang ukurannya besar. Ayahnya pun langsung tersungkur dan diseret ke lubang yang telah disiapkan di ujung Batalyon L.
“Namun lubang di Kentungan beda dengan di Lubang Buaya Jakarta. Kalau di Jakarta bundar seperti sumur, di Kenitngn bentuknya kotak segi panjang berukuran 3 X 5 meter,” paparnya.
Kemudian dimasukan dalam lubang tersebut. Saat itu didalamya sudah ada Kolonel Inf Katamso yang sudah meninggal yang hanya pakai piyama, sedangkan ayahnya berada di atasnya dengan pakaian dinas lengkap. Saat dimasukan masih belum meninggal, sehingga saat di dalam lubang di lempar dengan batu besar dan mengenai kepala hingga pecah serta meninggal, Setelah itu ditumbun dengan tanah.
“Beberapa hari keluarga kami dan pak Katamso saling komunikasi, kok keduanya hilang tanpa berita,” katanya.
Kemudian ada orang yang memberi informasi ke Korem Pamungkas, jika pada tanggal 1 Oktober 1965 terjadi pembantaian di halaman belakang Batalyon L. Anggota dan staf Korem menindaklanjuti laporan itu dengan menggelar rapat dan diputuskan akan membongkar lokasi tempat pembantaian tersebut.
Untuk mengamankan lokasi, maka semua anggota Batalyon L diberangkatkan ke Sumatera. Sehingga barak kosong dan sepi. Orang yang memberi informasi itu menunjukkan tempat pembantaian yang ditandai dengan tanaman pohon pisang berbuah.
Setelah diselidiki ditemukan tempat itu dan saat dicabut pohon pisang itu tidak ada akarnya dan sudah layu.
Tempat tersebut lalu digali dan ditemukan ada jasad yang diduga, ayahnya. Hal itu karema masih memakai seragam dinas lengkap dan ada tulisan Sugiyono serta ada KTP. Pengalian diteruskan dan ditemukan jasad lagi hanya pakai piyama dan tidak ada identitas. Setelah diangkat sudah rusak dan dibawa ke rumah sakit tentara di Kotabaru, Yogyakarta untuk fornesik. Keduanya ditemukan 21 Oktober 1965.
“Hasil forensik, yang dilakukan dokter Sutarto yang sekarang jadi namas RS DKT di Kotabaru, jasad yang pakai piyama Pak Katamso dan yang pakai seragam Sugiyono. Setelah itu disemayamkan di Makorem, selanjutnya dimakamkan di Taman Makan Pahlawan (TMP) Kusumanegara,” ujarnya.
Sugiyono yang gugur dalam menjalanka tugas dan dimakamkan di TMP Kusumanegara ditetapkan sebagai pahlawan revolusi berdasarkan Surat Kepres RI No 111KOTI/1975.
Editor: Ainun Najib