Kemarau Basah, Ini yang Harus Dilakukan Menurut Pakar UGM
YOGYAKARTA, iNews,id- Fenomena kemarau basah akibat La Nina sedang melanda sejumlah wilayah termasuk Yogyakarta. Meski menyebabkan efek negatif, namun fenomena ini juga ada dampak positifnya.
Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Bayu Dwi Apri Nugroho, PhD mengatakan akhir-akhir ini para petani dikejutkan dengan fenomena kemarau basah yang dipicu oleh kejadian La Nina yang terjadi di Indonesia.
Walaupun pandemi Covid-19 sudah menunjukkan tanda-tanda melandai, tetapi saat ini, pemerintah juga sedang waspada, terkait kemarau basah.
Merujuk pada informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) DIY, bahwa La Nina akan terjadi dalam 3 bulan ke depan, yaitu sampai Agustus 2022. Dampak kemarau basah sendiri saat ini sangat terasa bagi petani, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Biasanya di bulan Mei-Juni, petani sudah bisa menanam komoditas hortikultura seperti cabai atau bawang merah,"kata dia, Minggu (19/6/2022).
Namun di tahun 2022 ini justru yang terjadin malah sebaliknya. Di bulan Mei dan Juni ini intensitas hujan masih tinggi, bahkan dibeberapa wilayah malah terjadi banjir. Akibatnya, Petani banyak yang mengalami gagal tanam, diakibatkan perhitungan petani yang 'meleset'.
Banyak petani yang mennganggap bahwa di bulai Mei, yang notabene secara normal masuk musim kemarau, curah hujan sudah menurun dan petani bisa menanam. Tetapi yang terjadi sekarang justru sebaliknya.
Menurut Dwi, meningkatnya intensitas hujan akan menyebabkan banjir dilahan, sehingga akan menyebabkan kegagalan saat tanam yang pada akhirnya petani tidak bisa melakukan penanaman atau pemanenan (puso). Tetapi selain dampak negative, La Nina ini juga bisa berdampak secara positif untuk pertanian.
Karena peningkatan intensitas curah hujan ini akan menguntungkan untuk wilayah-wilayah yang kering dan tadah hujan. Ini akan membuat ketersediaan air diwilayah-wilayah tersebut cukup dan petani di wilayah tersebut bisa melakukan aktivitas penanaman, seperti di wilayah Papua dan Indonesia bagian timur lainnya.
"Pencegahan dan antisipasi terkait dengan kemarau basah ini sangat perlu dilakukan, beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan,"kata dia.
Ketua Dewan Pakar Pemuda Tani Indonesia ini menambahkan adanya prediksi cuaca masa depan secara nasional dan mendetail sampai pada level desa atau lahan, kemudian disampaikan ke masyarakat, terutama terkait dengan anomali cuaca (La Niña).
Prediksi ini juga dapat membantu kita untuk mengurangi kerugian dan biaya yang ditimbulkan oleh bencana hidrometeorologis sebagai dampak dari La Niña.
Prediksi awal terjadinya La Niña ini bermanfaat dalam membantu perencanaan dan pengelolaan berbagai sektor seperti sumber daya air, energi, transportasi, pertanian, kehutanan, perikanan serta menghindari atau mengurangi potensi kerugian yang lebih besar.
Kemudian edukasi secara kontinyu mengenai La Niña dan fenomena anomali cuaca lainnya serta dampaknya kepada masyarakat atau dalam hal ini adalah petani melalui penyuluh pertanian yang ada di wilayah masing-masing.
"Penyediaan asuransi pertanian terkait kegagalan panen petani akibat La Niña atau fenomena anomali iklim lainnya,"ujar dia.
Ia menandaskan pemerintah harus memastikan kesiapan penyiapan sarana dan prasarana untuk menghadapi La Niña. Seperti ketersiaan pompa untuk pompanisasi in-out dari sawah, rehabilitasi jaringan irigasi tersier/kwarter, menggunakan benih tahan genangan seperti Inpara 1-10, Inpari 29, Inpari 30, Ciherang, dan lainnya.
Editor: Ainun Najib