Kenalkan Varian Kacang dari Gunungkidul yang Rendah Lemak

GUNUNGKIDUL, iNews.id- Kacang, mungkin bagi sebagian orang hanyalah biji-bijian yang bentuk dan warnanya sama. Berbentuk bulat dengan warna yang nyaris sama yaitu merah muda dan rasanya pun juga tak ada yang beda.
Namun di Gunungkidul, lewat ketekunan seorang bernama Binol Jumbo, kini ditemukan berbagai varian kacang. Warga Dusun Plumbungan Kalurahan Gedangrejo Kapanewon Karangmojo ini berhasil mengembangkan kacang batik, lurik, mutiara hitam serta merah delima.
Kacang batik, lurik ataupun mutiara hitam sebenarnya sama. Hanya saja di kulit ari dari butiran kacang muncul corak-corak berwarna yang berbeda. Sehingga kacang coraknya mirip dengan batik ataupun lurik.
Soal rasa, kacang-kacang tersebut justru lebih gurih. Tak hanya itu kandungan di dalamnya pun sangat beragam mulai Zat Besi, Vitamin A, Vitamin B, Vitamin B kompleks, Vitamin E, Vitamin K, Lesitin, Kolin dari omega 3 hingga omega 9.
"Kacang ini rendah lemak. Sehingga meskipun makan kacang ini asam urat tidak kambuh,"kata Binol, Kamis (16/3/2023).
Kacang-kacang tersebut sebenarnya berawal dari satu rumpun atau satu kacang. Di mana diketahui, dalam setiap cangkang kacang ditemukan 2-3 butir. Terkadang antara butir yang satu dengan butir yang lain berbeda warna. Lewat kejeliannya, Binol akhirnya berhasil memisahkan bulir yang berbeda dan mulai mengembangkannya dengan melakukan pembibitan.
Awalnya tahun 2019 lalu dia hanya menanam 40 butir kacang batik dan 20 kacang lurik serta 10 kacang mutiara hitam. Namun kini, dia berhasil mengembangkannya menjadi bibit dalam jumlah yang cukup banyak dan pesanan bibitpun mengalir.
Binol awalnya mengaku heran mengapa kacang bercorak batik ataupun lurik tidak dikembangkan oleh petani di Gunungkidul. Padahal kacang tersebut sudah lama ada karena dibawa oleh penjajah dari Eropa. Ternyata kacang-kacang tersebut hanya dikonsumsi oleh para bangsawan.
"Pertama kali saya menemukan kacang batik itu di Kalurahan sunggingan Kapanewon Karangmojo. Terus saya kembangkan,"katanya.
Kini berkat kegigihannya perlahan-lahan produk kacang batik mulai dikenal dan permintaan pun mengalir. Berkolaborasi dengan pihak keraton Ngayogyakarto Hadiningrat, kacang tersebut telah dipasarkan ke seluruh Indonesia.
Bahkan akhir Januari yang lalu, pihak keraton telah membawa kacang tersebut ke Perancis untuk sebuah event. Tak hanya itu, diapun juga mengembangkan pola kemitraan dengan para petani. Melalui sebuah koperasi yang bersedia membeli bibit dan dibudidayakan oleh petani.
"Kalau panen nanti kami beli. Tentu kami beli di atas harga pasaran. Biasanya sekilo kacang basah hanya Rp8.000, kami sekarang beli kacang jenis ini di atas Rp10.000. Paling tidak menyejahterakan petani,"ujarnya.
Untuk meningkatkan nilai produknya, dia juga memasaknya terlebih dahulu. Setelah melalui proses pemilahan, kacang-kacang tersebut kemudian dia roasting selama 1 jam. Setelah itu kacang kulitan tersebut kemudian dipacking dengan packing modern.
Menurutnya potensi pasar kacang ini cukup tinggi. Karena dia mulai kewalahan memenuhi pesanan baik bibit ataupun produk kacangnya. Namun karena keterbatasan sumber daya, dia belum bisa memenuhi permintaannya.
Editor: Ainun Najib