Ketua DPD LaNyalla Sebut Amandemen UUD 1945 sebagai Kecelakaan Konstitusi

YOGYAKARTA, iNews.id - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) AA LaNyalla M Mattalitti mengatakan, amandemen UUD 1945 telah membajak kedaulatan rakyat hilang dari tangan rakyat. Amandemen telah menjadi kecelakaan konstitusi, sehingga konstitusi negara ini harus dikembalikan ke Pancasila.
“Kedaulatan rakyat telah dibajak dan hilang dari tangan rakyat akibat perubahan konstitusi yang dilakukan pada 1999 hingga 2022,” LaNyalla pada Focus Group Discussion “Mengembalikan Kedaulatan Rakyat, di Gedung DPD kantor Perwakilan DIY, Kamis (23/6/2022).
Menurutnya, ada persoalan sama yang dihadapi di seluruh daerah, yaitu ketidakadilan dan kemiskinan struktural yang sulit dientaskan. Penyebabnya karena tidak menggunakan pendekatan parsial dan sektoral. Hal ini karena masalah ada di hulu, yakni negara ini semakin sekuler, liberal dan kapatalistik.
“Sejak saat itu (Amandemen), bangsa ini telah meninggalkan Pancasila sebagai pemandu arah perjalanan bangsa ini,” .
Dikatakannya, Mantan Wakil Presiden try Soetrisno menyebut bukan amandemen yang dilakukan di Indonesia. Namun mengganti konstitusi, karena sistem tata negara berubah semuanya.
“Amandemen ini melanggar prinsip adendum karena yang dilakukan secara besar-besaran,” katanya.
Konstitusi AS terdiri 4.500 kata dan dilakukan 27 kali amandemen hanya menambah 2.500 kata. Sedangkan UUD 1945 asli sekitar 1.500 kata dilakukan amandemen empat tahap menjadi 4.500 kata yang secara substansial berbeda dengan aslinya.
Mantan Ketua PSSI ini menyebut amandemen menjadi kecelakaan konstitusi. Partai politik kini menjadi penentu tunggal arah perjalanan bangsa ini. Parpol menjadi instrumen mengusung calon pemimpin bangsa ini melalui Fraksi di DPR.
Sebaliknya, DPD sebagai wakil daerah, golongan, entitas non partisan tidak memiliki ruang dalam menentuan wajah dan arah perjalanan ini.
Parpol juga bersepakat dalam undang-undang memberi ambang batas pencalonan presiden sehingga lengkap sudah dominasi dan hegemoni parpol untuk mengusung vox populi dengan cara memaksa suara rakyat dalam Pilpres terhadap pilihan terbatas yang sudah ditentukan.
Di sini terjadi pertemuan oligarki ekonomi dengan oligarki politik yang mengatur dan mendesain siapa pemimpin nasional melalui Pilpres.
"Selama oligarki ekonomi membiayai proses itu, jangan heran presiden terpilih bisa mewujudkan janji-janji kemakmuran rakyat. Karena oligarki menuntut balas agar kebijakan dan kekuasan harus berpijak kepada kepentingannya," katanya.
Editor: Kuntadi Kuntadi