Komunitas Sepeda Brompton di Yogya Hilangkan Kesenjangan, Tekan Radikalisme dan Narkoba
YOGYAKARTA, iNews.id – Sepeda Brompton jadi viral dan dikenal masyarakat luas ketika diselundupkan bersama mesin Harley Davidson dalam penerbangan Garuda Indonesia awal bulan Desember 2019. Ternyata sepeda ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu.
Karena harganya mahal, hanya kalangan menengah ke atas saja yang mengenal sepeda lipat ini. Di Indonesia, komunitas pemilik sepeda Brompton berdiri sejak setahun lalu. Saat ini, ada sekitar 30 komunitas yang tersebar di beberapa kota dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 3.000 orang.
Salah satu komunitas yang eksis adalah Brompton Chapter Tiga yang dikenal dengan BromChpt3RS. Mereka kerap berkeliling nusantara untuk mengenalkan olahraga bersepeda dan kegiatan sosial lainnya.
Tokoh komunitas Brompton Chapter Tiga, Andra Teja mengatakan sepeda yang berasal dari Inggris ini memiliki kualitas yang bagus. Salah satunya adalah lipatannya yang kecil dan ringkas. Setidaknya ada tiga lipatan yang bisa dilakukan ketika sepeda ini disimpan di dalam mobil atau dibawa berjalan-jalan.
“Kualitasnya bagus dan lipatannya tidak ada di sepeda lainnya,” kata Andra ketika ditemui Senin (16/12/2019).
Menurutnya, pemilik sepeda Brompton tidak dibuat repot ketika membawanya berkeliling. Bahkan sepeda ini banyak dipakai bekerja oleh para pemiliknya. Sepeda ini bisa dilipat dan dibawa ke dalam gerbong kereta. Begitu turun bisa dipasang lagi untuk dikendarai pulang dan pergi bekerja.
Tidak hanya itu, sepeda ini memiliki enam kecepatan yang bisa digunakan saat mengayuh. Desain tubuhnya juga cukup nyaman. Sehingga sepeda ini enak digunakan untuk perjalanan jarak jauh.
“Kita biasa memakai untuk 100 kilometer dan cukup nyaman,” katanya.
Namun harga sepeda ini cukup mahal bagi pemula. Setiap unitnya berada di kisaran Rp28 juta sampai Rp30 juta. Sedangkan untuk kelas diatasnya, harga sepeda ini bisa mencapai ratusan juta rupiah.
“Yang mahal itu variasinya, kalau standar murah,” tutur Tante Endah, salah satu pemilik Brompton yang ditemui.
Meski seorang perempuan, Endah mengaku cukup menikmati bersepeda dengan Brompton. Bahkan hampir sejumlah kota besar pernah disinggahi Endah bersama dengan komunitasnya. Seperti yang dilakukan kemarin saat mereka menempuh rute dari titik nol kilometer menuju ke Kulonprogo yang berjarak sekitar 35 kilometer.
Pemilik Brompton lainnya, Brigjend (Purn) Untung Leksono mengatakan komunitas-komunitas sepeda Brompton tidak hanya suka melakukan perjalanan menggunakan sepeda. Namun juga menggali potensi yang adadi beberapa daerah di Indonesia. Selain itu, komunitas ini digunakan juga untuk menjalankan peran pencegahan tindak pidana penggunaan narkoba.
“Dengan bersepeda kita bisa tekan radikalisme dan narkoba. Kita disini makan lodeh (sayur) dan hidup sehat bersama-sama,” katanya.
Bahkan komunitas Brompton mampu menyatukan semua unsur yang ada di masyarakat, tanpa memandang suku bangsa, agama ras, hingga pangkat dan pekerjaan. Kini komunitas sepeda Brompton juga sudah ada di Yogyakarta. Anggotanya memang baru puluhan dan masih terbatas.
Editor: Rizal Bomantama