Kritik Demokrasi Era Jokowi, Aktivis Reformasi 98 Jalan Mundur dari Alun-Alun Utara ke Istana Negara
Titok melanjutkan, reformasi '98 bukan sekadar soal melengserkan Soeharto dari kursi kepresidenan, melainkan juga membangun suatu nilai baru yang lebih menghargai kebebasan, memberikan ruang lebih demokratis kepada masyarakat.
Dia mengajak masyatakat untuk mewujudkan pemilu berasaskan luber jurdil, tanpa indikasi keberpihakan pemerintah kepada kontestan. Karena saat ini pemerintahan yang berkuasa dengan terang-terangan berpihak pada salah satu pasangan yang berkontestasi.
"Jelas sekali bahwa pemerintahan yang sekarang berkuasa, dia sedang berpihak. Itu harus diingatkan," ujar Titok.
Titok pribadi merasa kecewa dengan para aktivis masa Orde Baru macam Budiman Sudjatmiko atau Andi Arief yang kini dianggapnya malah memilih berada di barisan pendukung politik dinasti. Budiman sudah melupakan sejarah hanya demi kepentingan kekuasaan.
Menurutnya, melihat politik itu di dalamnya tidak semata-mata kekuasaan, tidak semata-mata ekonomi. Politik itu juga ada satu value yang diperjuangkan sehingga beberapa alumni aktivis reformasi 98 yang melihat keputusan Budiman cs tentu kecewa.
"Saya sebenarnya kecewa dengan sikap teman-teman yang sekarang ini bergabung ke pasangan 02," katanya.
Gelombang kritik civitas academica berbagai perguruan tinggi, kata Titok, seharusnya cukup untuk membuka mata semua kalangan, termasuk Budiman cs dan parpol akan adanya ketidakberesan dalam berdemokrasi di negara ini.
Istana sudah tak bisa lagi berpura-pura tuli, atau bahkan lebih kejamnya lagi melabeli gerakan akademisi sebagai suatu bentuk penggiringan opini.
"Apakah itu sebuah settingan, apakah itu sebuah rekayasa? Bagaimana profesor, guru besar yang selama ini mereka menjaga jarak dengan kehidupan politik praktis, tiba-tiba berbicara. Pasti kan ada sesuatu, fenomena sosial yang menggerakkan mereka. Ini harus dilihat secara obyektif dan jernih," kata Widihasto Wasana Putra, aktivis eks UAJY.
In'am eL Mustofa, aktivis eks UIN juga berujar jika lawan saat ini berbeda dengan kala reformasi dulu. Jika era reformasi dulu lawan adalah rezim yang otoriter namun kini adalah rezim yang berdiri di tengah demokrasi.
"Kalau dulu lawan kita rezim yang otoriter, sekarang lawan kita rezim yang berdiri di tengah demokrasi. Rezim despotik, di atas otoritarian, haris kita lawan, jangan tinggal diam," ucapnya.
Editor: Nani Suherni