Lagu Daerah Jogja, Singkat tapi Penuh Makna
YOGYAKARTA, iNews.id- Lagu daerah Jogja rata-rata menggunakan bahasa Jawa di setiap bait liriknya. Meskipun demikian, lirik nya mudah dihafal karena cukup singkat. Ternyata di balik singkatnya lagu-lagu daerah Yogyakarta, setiap lagu daerah menyimpan makna tersendiri menurut penggubahnya.
Dikenal sebagai Kota Budaya, peninggalan sejarah budaya-nya pun selalu dijaga dan dilestarikan. Terkadang telinga kita tak asing mendengar dendangan lagu berbahasa Jawa seperti lagu daerah kerap dinyanyikan oleh masyarakat ketika memiliki hajat tertentu. Hal ini sebagai salah satu upaya pelestarian budaya di bidang seni suara oleh masyarakat Yogyakarta sendiri.
Berikut adalah ulasan mengenai lagu daerah Jogja yang masih terjaga hingga saat ini:
Suwe Ora Jamu
“suwe ora jamu, jamu godhong telo, suwe ora ketemu, ketemu pisan gawe gelo…”
Ya begitu kurang lebih lirik lagu daerah Yogyakarta yang tentunya tidak asing lagi di telinga masyarakat.
Bahkan, lagu yang diciptakan oleh RC Hardjosubroto ini ternyata memiliki dua makna yang bertolak belakang, yakni kekecewaan dan kebahagiaan. Makna kekecewaan di sini dapat dilihat pada lirik di bait pertama, di mana ketika sahabat lama bertemu kembali terkadang satu diantara mereka sudah berubah sifat dan sikapnya menjadi sombong karena menganggap dirinya lebih sukses dari yang lain.
Sedangkan makna kebahagiaan, terukir dalam lirik bait kedua, yang digambarkan oleh perjumpaan dengan sahabat lama yang tidak pernah bertemu, tentu kebahagiaan menyelimuti diri mereka.
Sinom
Selanjutnya, lagu daerah berjudul ‘Sinom’ ini sangat ralate dengan kehidupan anak remaja yang sedang gencar-gencarnya mencari jati dirinya. Melalui lagu ini, penulis menyampaikan pesan nasihat kepada kawula muda untuk dapat menjaga diri serta bijaksana dalam menentukan tujuan hidup. Hal ini tergores dalam penggalan liriknya yang berbunyi:
“…Boya kaduman melik keleri, wekasipun dilalah kersa Allah, begjane kang lali, luwih begja kang eling lan waspada…”
Caping Gunung
Jika lagu ‘Sinom’ menggambarkan kehidupan remaja, lagu ‘Caping Gunung’ justru mengandung arti kerinduan. Makna kerinduan dalam lagu ciptaan Gesang ini bukan berarti kerinduan akan kekasihnya, melainkan kisah kerinduan sang orang tua terutama ibu kepada anak-nya yang tinggal di kota perantauan.
Ya, anak-anak mereka dibiarkan menjelajah kota lain dengan harapan kelak akan kembali ke kampung halamannya. Namun nyatanya tidak. Justru tidak sedikit dari para orang tua yang kehilangan kabar dengan anak-nya.
Hal ini yang membuat hati seorang ibu teriris merindukan dekapan hangat sang anak. Kerinduan itu terlukis dalam kutipan lirik: “Dhek jaman berjuang, njur kelingan anak lanang, mbiyen tak openi, sak iki ono ngendi…”
Singkat namun mendalam. Padahal keluarga adalah tempat ternyaman untuk kembali, seperti kutipan “sejauh apapun kamu melangkah, keluarga adalah rumah untuk kembali”.
Pitik Tukung
“Aku duwe pitik pitik tukung, saben dino tak pangani jagung, petok go petok petok ngendok pitu…”
Berbeda dengan lagu sebelumnya, lagu ‘Pitik Tukung’ merupakan lagu dolanan yang hingga kini masih kerap dinyanyikan oleh anak-anak terutama yang tinggal di daerah pedesaan.
Lirik lagu ini memang menceritakan mengenai keasrian pedesaan. Disamping itu, ternyata lagu ‘Pitik Tukung’ memiliki makna sebuah nasihat untuk bertindak dan bersikap dengan bijak serta mengajarkan kepada kita untuk terus berperilaku jujur.
Kidang Talun
Keistimewaan lagu daerah Yogyakarta salah satunya adalah selalu mengandung sebuah pesan dan nasihat pada setiap liriknya. Hal ini terbukti dari kutipan lirik lagu ‘Kidang Talun’ yang berbunyi “Kidang talun, mangan kacang talun, mil ketemil mil ketemil, si Kidang mangan lembayung…”
Masih digolongkan sebagai lagu dolanan, disamping mengenalkan jenis-jenis binatang yang sudah mulai langka, lirik lagu ‘Kidang Talun’ juga mengisyaratkan sebuah nasihat yang diberikan orang tua kepada anaknya untuk mencintai binatang.
Gethuk
Diciptakan oleh Manthous, lagu “Gethuk” ini masih merupakan jenis lagu dolanan yang diambil dari nama sebuah makanan khas Yogyakata, yakni gethuk. Biasanya anak-anak akan menyanyikan lagu ini di lapangan sembari mengajak teman sebaya nya untuk bermain bersama. Hal ini dituliskan dalam penggalan lirik yang berbunyi:
“sore-sore padhang bulan, ayo kanca padha dolanan, rene-rene bebarengan, rame-rame dho gojekan… …gethuk asale saka telo, mata ngantuk iku tambane apa…”
Ketika mereka sudah kumpul, kemudian mereka akan bermain sampai sebelum adzan Magrib berkumandang, karena masyarakat Jawa memegang teguh kepercayaan bahwa bermain/keluar ketika waktu Magrib itu ra ilok atau tidak baik.
Te Kate Dipanah
“Te kate dipanah, dipanah ngisor gelagah, ana manuk konde-onde, mbok sirbombok mbok sirkate, mbok sirbombok mbok sirkate…”
Lagu daerah ‘Te Kate Dipanah’ juga termasuk dalam kategori lagu dolanan yang berasal dari Yogyakarta. Lagu ini menjadi nyanyian wajib anak-anak ketika berkumpul bersama. Lirik lagu ‘Te Kate Dipanah’ mengandung arti nasihat yang disampaikan orang tua kepada anaknya dalam menanamkan ajaran dan nilai-nilai pekerti yang kelak berguna bagi pribadi anaknya.
Kupu Kuwi
Masih dalam lingkup lagu dolanan, lagu ‘Kupu Kuwi’ menceritakan tentang kupu-kupu yang dihiasi dengan sayap yang indah. Mereka dapat terbang kemanapun yang mereka inginkan.
Jika diibaratkan dalam kehidupan nyata, sebagai manusia tentu kita diberi kelebihan masing-masing yang harus terus digali dan dimanfaatkan sebaik mungkin agar dapat bermanfaat kapanpun dan dimanapun. Seperti lirik yang tertulis dalam penggalan lagu ‘Kupu Kuwi’: “Kupu kuwi tak cekele, mung abure ngewuhake, ngalor-ngidul, ngetan bali ngulon…”
Walang Kekek
Berpindah dari lagu dolanan, lagu daerah Yogyakarta ini justru paling sering di dengar oleh semua orang. Pasalnya lagu ini kerap dinyanyikan di panggung-panggung hiburan bahkan panggung perlombaan.
Lagu ‘Walang Kekek’ diciptakan dan dipopulerkan oleh Waldjinah, artis keroncong yang cukup terkenal di masa pemerintahan orde baru. Adapun maksud dari lagu tersebut sedikit banyak menyindir kaum laki-laki yang kerap memberikan konotasi negatif terhadap penyanyi perempuan. Mereka menganggap penyanyi perempuan sebagai ‘penghibur’. Hal ini menjadi dasar bagi Waldjinah untuk membalas ucapan mereka melalui lagu yang dituliskannya.
Yogyakarta memang selalu meninggalkan makna indah, begitupula dalam lagu daerah-nya. Kira-kira dari sembilan lagu daerah Yogyakarta di atas, adakah yang dihafal?
Editor: Ainun Najib