Menteri PPA I Gusti Ayu Darmawanti Mengaku Prihatin Banyak Kasus Kekerasan Seksual pada Anak

BANTUL, iNews.id – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Darmawanti mengaku prihatin dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak di Indonesia. Semua kalangan harus ikut terlibat dalam penanganan masalah ini.
“Kami menaruh perhatian lebih, karena kekerasan seksual merupakan kejahatan luar biasa karena merenggut kemerdekaan seseorang,” kata Gusti Ayu dalam Webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Muhammadiyah (PSM) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Selasa (25/1/2022).
Menurutnya, salah satu faktor kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak adalah konstruksi sosial patriarkis yang menempatkan perempuan dan anak pada berbagai kerentanan yang mengancam kualitas hidupnya. Ketimpangan ini menjadi akar dari fenomena kekerasan termasuk kekerasan seksual yang mengancam kehidupan anak-anak dan perempuan.
Selama Pandemi Covid-19, kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan meningkat 18,32 persen dan 28,54 persen pada anak. Selama 2021, sebanyak 39 persen perempuan mengalami kekerasan fisik, 30 persen kekerasan psikis, 12 persen kekerasan seksual 10 persen penelantaran, dan 2 persen mengalami TPPO. Sedangkan kekerasan yang dialami pada anak mayoritas mengalami kekerasan seksual dengan presentase sebanyak 45 persen, psikis 19 persen, fisik 18 persen dan penelantaran anak sebanyak 5 persen.
“Pemerintah sebenarnya sudah mendorong pengesahan RUU TPKS, hingga pendampingan melalui layanan SAPA 129 dan penyediaan lembaga perlindungan perempuan dan anak,” ujarnya.
Untuk mencegah dana memberikan perlindungan bagi korban kekerasan, semua pihak harus terlibat. Mulai dari pemerintah, swasta maupun organisasi keagamaan dan ormas lainnya.
Ketua mahelis Hukum dan Ham PP Muhammadiyah, Atiyatul Ulya, mengatakan, Muhammadiyah maupun Aisyiyah mengutuk dengan tegas berbagai bentuk kekerasan seksual. Apalagi yang membahayakan terhadap perlindungan dan penghormatan martabat kemanusiaan, generasi, dan agama.
“Berbagai upaya pencegahan dan penanganan telah dilakukan oleh Muhammadiyah dan Aisyiyah. Mulai dari sosialisasi konsep keluarga sakinah yang telah ditetapkan oleh Majelis Tarjih, hingga pendampingan untuk korban dengan memberikan layanan yang dibutuhkan melalui Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Aisyiyah,” ujarnya.
Pendampingan yang diberikan sangat beragam, mulai dari pendampingan hukum, psikologis, spiritual, medis, hingga rehabilitasi.
“Aisyiyah juga turut serta melakukan kajian terhadap RUU PKS atau RUU TPKS secara rutin dari berbagai prespektif,” ujarnya.
Editor: Kuntadi Kuntadi