Pengamat UGM: Selama Orang Miskin Masih Ada, Praktik Politik Uang Sulit Dihilangkan

SLEMAN, iNews.id-Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Dumairy, mengatakan bahwa selama tingkat kemiskinan dan kebodohan masih tinggi, maka politik uang akan sulit dihilangkan di setiap agenda Pemilu. Menurutnya Pemilu 2024 mendatang, belum bisa terbebas dari dari masalah politik uang.
Masih banyaknya penduduk miskin di Indonesia menurut dia akan dimanfaatkan oleh para politikus untuk meraup suara melalui praktik politik uang.
"Sangat sulit untuk dihilangkan, dan pemilu 2024 nanti saya pikir masih akan tetap ada politik uang," kata Dumairy dalam acara diskusi Pojok Bulaksumur dengan tema Pemilu 2024: Antara Penegakan Hukum dan Keberpihakan Ekonomi yang digelar di UGM, Jumat (26/5/2023).
Dumairy mengatakan bahwa selama ini, orang-orang miskin memang menjadi komoditas politik para politikus. Kesulitan ekonomi yang dialami oleh orang-orang miskin ini, menurut dia, akan mudah dimanfaatkan oleh politikus untuk melakukan praktik politik uang. "Politik uang ini kan paling subur memang ada di kalangan orang miskin," kata dia.
Dia mencontohkan, misalnya ada orang miskin yang sedang memiliki utang Rp600.000. Kemudian datang sogokan dengan nilai Rp 1 juta asal dia mau memilih salah satu calon. "Siapa yang enggak mau? Utangnya lunas dan masih ada sisa," ujarnya.
Sementara itu, upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi praktik buruk tersebut hanya dengan edukasi. Namun, proses ini pun menurut dia tidak akan mudah dan cepat. Di sisi lain, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selama ini menurut dia juga tidak bekerja efektif dalam menjalankan fungsi pengawasannya.
Dengan begitu, kata dia, perlu lembaga independen non-pemerintah yang menjalankan fungsi pengawasan dalam proses pemilu. Sehingga bisa mengawasi jalannya Pemilu tanpa mendapatkan intervensi darimanapun.
"Kita butuh lembaga-lembaga pengawas swasta sampai ke daerah. Kalau di daerah sampai di tingkat kecamatan, misalnya anak-anak muda yang berani melakukan pengawasan, itu bagus," kata Dumairy.
Editor: Ainun Najib