Polarisasi Kian Meruncing, Aktivis 98 Ingatkan Elite untuk Tak Memainkan Gimik Politik

YOGYAKARTA, iNews.id- Aktivis 98 kembali bergerak, mereka mengaku prihatin dengan keadaan bangsa sekarang ini. Di mana polarisasi politik yang belakangan terjadi semakin meruncing sehingga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketua Pengurus Pusat Perkumpulan Indonesia Muda, Yhodisman Sorata menuturkan, Perkumpulan Indonesia Muda (PIM) adalah gerakan aktivis yang dulu pernah berperan dalam proses pergantian orde baru melalui gerakan reformasi. Perkumpulan ini bahkan sudah berkumpul sejak sebelum Soeharto jatuh tahun 1998 yang lalu.
"Tetapi sampai hari ini kami masih berkumpul dan kita merasa perlu membuat satu wadah dan kemudian kita beri nama Perkumpulan Indonesia Muda jadi visi kita sebelumnya kita mau berkontribusi saja apa yang bisa kita perbuat untuk Ibu Pertiwi," kata Yhodisman, Sabtu (1/10/2022) saat diskusi Kebangsaan di Yogyakarta.
Diskusi ini digelar usai dilakukan seremoni pelantikan jajaran Pengurus PIM DIY oleh ketua PIM pusat. Terpilih sebagai ketua PIM DIY adalah Nanang Hartanto sementara sekertaris PIM DIY dijabat oleh Apip Amrullah.
Yhodisman menambahkan, PIM pernah berharap agar iklim di bidang ekonomi, sosial, budaya dan terutama politik dapat terjaga pasca jatuhnya rezim orde baru. Namun di sisi lain mereka melihat ternyata mulai 2014 polarisasi politik justru begitu kuat.
Terlebih ketika dua kehidupan seolah terpolarisasi di mana sampai hari ini residunya masih dirasakan. Sehingga masih ada golongan masyarakat yang memiliki sentimen negatif terhadap kelompok lain yang berbeda dalam pilihan politiknya.
"Kita ingin mengingatkan lagi bahwa berpolitik itu yang santun, pun berpolitik itu yang beradab berpolitik itu harus yang berkebudayaan," ujarnya.
Pihaknya ingin mengingatkan lagi sejak sekarang di tahun 2022, karena tahun depan sudah mulai rangkaian untuk Pilpres dan Pilkada begitu juga Pemilihan Legislatif. Pihaknya ingin agar polarisasi tidak terjadi atau dikesampingkan demi kepentingan bangsa yang lebih besar.
Dia meminta polarisasi terutama karena pemilihan presiden jangan sampai berlarut dan dibiarkan berkembang. Harusnya polarisasi karena Pilpres cukup pada saat pemilu saja, setelah itu masyarakat kembali guyub rukun demi pembangunan bangsa Indonesia.
"Kita ingin mengingatkan itu dan kita terus-menerus menyelenggarakan diskusi-diskusi semacam ini keliling Indonesia. Dan Jogja menjadi kota pertama," ungkap dia.
Dia juga meminta kepada elite politik untuk menghentikan gimik politik yang sering mereka mainkan. Elite politik atau yang digadang jadi calon presiden membuat kegiatan makan mie ayam di warung pinggiran atau berpura-pura jadi sopir angkot atau pura-pura menanam padi saat hujan deras.
Gerakan seperti itu menurutnya tidak perlu dilakukan karena esensinya tidak ada. Elit politik harusnya menjadi sosok yang bisa mempersatukan kembali polarisasi-polarisasi yang kini sudah ada dan kian meruncing.
Gerakan Perkumpulan Indonesia Muda akan mereka mulai dari Yogyakarta. Yodhisman mengungkapkan alasan mengapa memilih Yogyakarta sebagai kota pertama. Karena Yogyakarta adalah miniaturnya Indonesia di mana sebetulnya di Yogyakarta ini ada karisma terjadi.
"Di mana orang datang untuk belajar dari mana-mana, di samping juga sebagai kota perjuangan," kata dia.
Ketua PIM DIY Nanang Hartanto mengatakan, PIM ini lahir dari teman-teman yang melihat kondisi bangsa saat ini.
"Semoga dari Jogja ini lahir pemikiran-pemikiran yang bisa berkontribusi dalam pembangunan bangsa ini," ujar Ketua Kongres Advokasi Indonesia (KAI) DIY ini.
Sementara itu dalam diskusi yang digelar PIM ini mengambil tema Polarisasi Politik dan Kemajuan Bangsa. Bertindak sebagai narasumber pengamat politik Arif Nurul Iman, Sastrawan Eko Triono, Nanang Hartanto dan moderator Herry Mardianto.
Editor: Ainun Najib