get app
inews
Aa Text
Read Next : 3 Jalur Alternatif ke Jogja–Semarang yang Lebih Cepat, Aman dan Nyaman

Sejarah Istana Yogyakarta, Arsitektur Sepenuhnya Dirancang Sri Sultan HB I

Sabtu, 10 September 2022 - 20:08:00 WIB
 Sejarah Istana Yogyakarta, Arsitektur Sepenuhnya Dirancang Sri Sultan HB I
Sejarah Istana Yogyakarta atau Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat menarik untuk dicermati. (Foto : dok Keraton Yogya)

YOGYAKARTA, iNews.id-Sejarah Istana Yogyakarta atau Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat menarik untuk dicermati. Bangunan istana bagi Raja Yogyakarta itu sampai saat ini masih lestari. 

Bangunan istana atau Keraton Ngayogyakarto saat ini tidak banyak berubah meskipun di sekelilingnya sudah banyak perubahan akibat pergeseran zaman.

Cucu Sri Sultan HB VIII, Gustri Kukuh Hestrianing atau Gusti Aning menuturkan pengaruh Raja Amangkurat saat berkuasa masih dirasakan ketika kerajaan Mataram berkuasa bahkan hingga Pakubuwono 2. Sehingga pola-pola religius saat itu masih dilestarikan mirip dengan zaman Mataram yaitu Islam.

"Saat perjanjian Giyanti ada pemisahan negara di mana Hamengku Buwono I mencoba untuk mempertahankan songgo Buwono Sangkan Paraning Dumadi," ujarnya.

Saat diangkat menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I masih bergelar Panembahan Senopati Ing Aloga Sayidin Panatagama. Sultan HB I kemudian meminjam tempat di Garjikowati di Godean yang sekarang Ambarketawang.

Garjikowati sebenarnya dulu adalah tempat transit jenazah dari Kasunanan Pakubuwanan sebelum dikubur di Imogiri. Jenazah pasti akan Disemayamkan di Godean yaitu di Garjikowati sebelum dibawa ke makam Raja-Raja Imogiri.

Saat itu Sri Sultan HB I meminjam tempat di Garjikowati. Kemudian ada kontempelasi ingin memiliki hal yang sama punya satu garis kehidupan Sangkan Paraning Dumadi.

Beliau kemudian dengan pasrah dan berdoa lahir batin untuk bisa menemukan arah yang sama. Akhirnya ketemulah arah sumbu utara selatan pantai selatan menuju Gunung Merapi satu garis. "Nah beliau sudah bisa menemukan garis itu. Nah tinggal titiknya," tutur dia.

Kemudian ketemulah titiknya yaitu sebuah desa beringin atau dusun kecil yang memiliki sumber mata air, yaitu Umbul Pacetokan. Di tempat inilah, Sultan HB I merasa satu garis yang lurus dengan utara selatan.

Kemudian mulai tahun 1755 mulai dibangunlah bangunan keraton atau istana. Di mana pertama kali yang didirikan adalah bangsal Kencono atau bangsal Pagelaran. "Pada 1755-1756, saat itu bebarengan dibangunnya benteng Vrederburg untuk mengawasi. Sengaja berhadap-hadapan,"ujar dia.

Tanggal 13 Maret 1/55 (Kemis Pon, 29 Jumadilawal 1680 TJ) adalah tanggal bersejarah untuk Kasultanan Yogyakarta. Pada tanggal inilah proklamasi atau Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dikumandangkan.

Selanjutnya, Sultan HB I memulai pembangunan Keraton Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 1755. Proses pembangunan berlangsung hingga hampir satu tahun yaitu sampai 1756.

Selama proses pembangunan tersebut, Sri Sultan HB I beserta keluarga tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang. 

Sri Sultan HB I beserta keluarga dan para pengikutnya memasuki Keraton Yogyakarta pada tanggal 7 Oktober 1756 (Kemis Pahing, 13 Sura 1682 TJ). 

"Dalam penanggalan Tahun Jawa (TJ), peristiwa ini ditandai dengan sengkalan memet Dwi Naga Rasa Tunggal dan Dwi Naga Rasa Wani," ujarnya.

Keraton Yogyakarta yang berdiri kokoh hingga saat ini menempati posisi yang sangat strategis. Terdapat batas-batas alam berupa Kali Code di sebelah timur dan Kali Winongo di sebelah barat. Di sebelah utara dibatasi oleh Gunung Merapi, sementara di selatan berbatasan dengan pantai Laut Selatan. 

Arsitektural Keraton Yogyakarta sendiri sepenuhnya dirancang oleh Sri Sultan HB I yang juga merupakan arsitek Keraton Surakarta. Tidak hanya tata ruang dan bangunannya, semua hiasan bahkan tumbuh-tumbuhan yang ditanam di kompleks keraton dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki nilai filosofis, dan spiritual yang tinggi.

Selain kompleks keraton, Sri Sultan Hamengku Buwono juga membangun kompleks istana air Taman Sari. Atas hasil karya serta karakter kuat Sri Sultan HB I sejarawan menjuluki beliau sebagai "a great builder", sejajar dengan Sultan Agung. 

Peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I bagi Yogyakarta begitu besar. Beliau mencetuskan konsep Watak Satriya seperti nyawiji (konsentrasi total), greget (semangat jiwa), sengguh (percaya diri) dan ora mingguh (penuh tanggung jawab). 

Konsep-konsep luhur ini menjadi credo atau prinsip bagi Prajurit Keraton, Abdi Dalem, dan juga gerak tari yang disebut Joged Mataram. Sri Sultan Hamengku Buwono I juga mengajarkan falsafah golong gilig manunggaling kawula gusti (hubungan yang erat antara rakyat dengan raja dan antara umat dengan Tuhan) serta Hamemayu Hayuning Bawono (menjaga kelestarian alam). 

"Semuanya menjadi nilai-nilai utama yang menjadi pedoman karakter tidak hanya bagi keraton tetapi juga masyarakat Yogyakarta," ujarnya.

Peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I bagi Yogyakarta begitu besar. Beliau mencetuskan konsep Watak Satriya Nyawiji (konsentrasi total), greget (semangat).

Editor: Ainun Najib

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut