Sejarawan UGM Kritik Nusantara Jadi Nama Ibu Kota Negara
JAKARTA, iNews.id - Penamaan Nusantara untuk calon Ibu Kota Negara (IKN) tuai pro dan kontra. Sejarawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arif Akhyat menganggap penamaan Nusantara tidak pas.
Menurut Arif nama ibu kota negara sebaiknya merujuk pada nama wilayah itu sebelumnya. Pasalnya, bila terjadi pemilihan nama baru untuk sebuah wilayah biasanya akan menghilangkan aspek historis dan konstruksi sosial budaya masyarakat yang sudah menempati sebelumnya.
“Dalam kajian sejarah, nama-nama kota, apalagi Ibu Kota, selalu terkait dengan kemegahan kota masa lalu,” kata dia dikutip iNews.id dari laman resmi UGM, Sabtu (22/1/2022).
Menurut Arif, kata Nusantara tak hanya muncul pada masa Majapahit. Namun, sudah ada sejak masa kerajaan Singasari dan merujuk wilayah pulau luar, seperti Bali, Malayu, Madura hingga Tanjungpura.
“Nusantara dibedakan dengan dvipantara yakni dvipa yang artinya Jawa. Konsep Nusantara, pada masa Majapahit merupakan konsep geopolitik untuk mengidentifikasi suatu wilayah yang meliputi Bali, Malayu, Madura dan Tanjungpura. Keempat wilayah itu juga termasuk wilayah Singapura, Malaysia. Juga wilayah Sumatra, Borneo, Sulawesi dan Maluku, Lombok, Timor. Bahkan, pengaruhnya sampai Champa, Cambodia, Annam dan Siam,” katanya.
Sehingga, Arif menilai nama Nusantara lebih luas dari wilayah Indonesia sendiri. Bahkan, nama tersebut merujuk pada daerah luar Jawa.
“Jadi secara geografis, Nusantara lebih luas dari apa yang sekarang disebut Indonesia. Dengan sedikit ulasan tadi sebenarnya, Nusantara, bukan Jawa tetapi justru merujuk luar Jawa,” ujar Arif.
Editor: Ainun Najib