Serius Berantas Korupsi, Mahfud MD: Pemerintah Sudah Ajukan RUU Perampasan Aset Koruptor
BANTUL, iNews.id- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan pemerintah serius dalam upaya memberantas kejahatan korupsi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menciptakan Rancangan Undang-undang (RUU) perampasan aset koruptor.
Meski begitu, Mahfud MD menyebut jika upaya tersebut tak selalu berjalan mulus. Pasalnya, RUU perampasan aset koruptor yang menurutnya penting itu belum mendapatkan persetujuan saat tahap pengajuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
"Pemerintah ngajukan rancangan undang-undang perampasan aset, jadi peristiwa-peristiwa pidana yang kemudian ada asetnya itu, itu bisa dirampas sebelum putusan final (di pengadilan). Nah, undang-undang ini sudah disampaikan ke DPR, tetapi belum disetujui," kata dia di sela-sela kunjungan kerjanya di Kapanewon Pajangan, Bantul, Jumat (03/02/2023).
Padahal, menurutnya, dengan undang-undang tersebut, pemerintah bisa menyelamatkan aset-aset negara dari tangan koruptor yang jumlahnya bahkan bisa mencapai triliunan rupiah. Selain itu, kata dia, hal ini dapat mencegah tersangka-tersangka korupsi yang sedang menjalani proses pidana menggunakan asetnya untuk melindungi dirinya dari jeratan hukum.
Salah satu contoh, kasus BLBI, saya menangani BLBI, orang sudah menyerahkan tanah sekian juta hektare kepada negara sebagai jaminan piutangnya kepada negara. Karena masih berproses pengadilan itu, ya, kita hanya simpan dokumennya. Nah tiba-tiba sudah dijual (tanahnya)," terang Mahfud.
Selain pengajuan RUU perampasan aset tersebut, Mahfud membeberkan pula jika saat ini pemerintah sedang mengajukan RUU pembatasan belanja uang tunai (uang kartal) dari pejabat pemerintah. Dalam RUU tersebut disebutkan oleh Mahfud MD bahwa pejabat pemerintah tidak boleh melakukan belanja tunai melebihi batas nominal Rp100 juta. "Kalau misalnya lebih harua diambil dari bank dan ditransfer dari bank," kata dia.
Dengan begitu, kata dia, akan memudahkan penegak hukum dalam menelusuri aliran dana tersebut,. serta membatasi adanya praktik korupsi dan kolusi yang saat ini masih sering ditemukan.
"Karena kalau begitu akan diketahui kalau ada orang korupsi uangnya dari mana nih. Misal dari bank ini, tanggal sekian. Seperti yang terjadi di Papua ada uang dari negara diturunkan sekian ratus miliar. Diturunkan katanya untuk proyek ini. Tapi tidak dikirim ke bank, katanya dibayarkan tunai. Nah sekarang kita batasi. Kalau anda mau belanja lebih dari 100 juta,(pembayaran) lewat bank," ujarnya.
Editor: Ainun Najib