Tak Ditawari Rumah Kontrakan, Penolak Bandara NYIA Bertahan di Masjid
KULONPROGO, iNews.id – Janji PT Angkasa Pura (AP) I Yogyakarta memindahkan warga penolak proyek bandara baru Yogyakarta (New Yogyakarta International Airport/NYIA) ke rumah kontrakan belum sepenuhnya terealisasi.
Sebab, masih ada beberapa warga yang memilih tinggal di Masjid Al Hidayah di Palihan Temon karena mengaku belum pernah ditawari untuk pindah ke rumah kontrakan.
Seorang warga penolak bandara NYIA, Parjiman (68) mengaku terpaksa menempati masjid setelah rumahnya dirobohkan. Sebagian barang miliknya belakangan diketahui ternyata dititipkan ke rumah perangkat desa.
Dia mengaku tidak pernah ditawari untuk tinggal di rumah sewa, sehingga memilih tinggal di masjid. "Tidak ada yang menawarkan. Hanya ada kata-kata (diberitakan) media saja. Rumah kontrakan ya kosong," kata Parjiman, Rabu (25/7/2018).
Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo Hasto mengaku tahu jika masjid ini dipakai untuk basecamp warga yang masih menolak proyek bandara. Karena itu, dia siap menemui mereka dan diajak untuk mencari solusi terbaik. Sebab mereka juga sudah disiapkan rumah kontrakan oleh PT Angkasa Pura.
Hasto berharap warga yang mendirikan tenda memiliki kesadaran atas kondisi di lapangan. Proyek pembangunan NYIA terus berjalan, sehingga akan sangat rawan. Masalah inipun sedang dibahas, apakah mereka bisa masuk dalam kriteria penerima bantuan perumahan. "Ya nanti akan kita petakan, kalau memang dana kompensasinya sedikit bisa," tandasnya.
Hasto mengatakan, bangunan masjid ini harus dirobohkan dan dipindah. Namun, dia meminta agar perobohan masjid dilakukan secara manual, tidak dengan alat berat. Sehingga gentengnya diturunkan satu persatu, termasuk atap dan dinding. "Nanti secara manual diturunkan, tidak pakai backhoe," ucapnya.
Nazir (pemegang amanat tanah wakaf) Masjid Al Hidayah, Muslihudin Sukardi mengatakan status tanah atas masjid tersebut berada di dalam Izin Penetapan Lokasi (IPL). "Masjid itu berdiri di atas tanah wakaf," katanya.
Tanah masjid ini telah diwakafkan oleh Siswo Suwarno, orang tua dari Hermanto dan Fajar Ahmadi yang termasuk penolak bandara NYIA. Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan sertifikat tanah wakaf pada 1994. Sehingga proses wakaf tanah seluas 267 meter persegi ini dipastikan sebelumnya.
Sempat ada wacana pelebaran Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang diperkirakan akan menabrak masjid hingga setengahnya. Saat itu sudah ada wacana untuk memindah masjid dan sudah ada tanah pengganti. Sehingga ada dua petak lahan yang dikelola oleh Nazir yang semuanya tergusur bandara. "Keduanya sudah diberikan kompensasi," ucapnya.
Uang kompensasi atas tanah dan bangunan Masjid Al Hidayah, akan dipakai untuk membeli tanah dan membangun masjid baru di lokasi relokasi. Sedangkan satu petak lain sudah dibelikan sawah di belakang balai Desa Palihan.
Kepala Desa Palihan Kalisa Paraharyana, mengatakan saat ini proses pemindahan masjid sudah diajukan ke pusat. Proses pemindahan harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Agama. "Sudah kita ajukan surat pemindahan ini," kata Kalisa.
Sebelumnya, PT Angkasa Pura (AP) I Yogyakarta menyiapkan 20 rumah kontrakan di sekitar lokasi proyek pembangunan bandara baru Yogyakarta atau New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kecamatan Temon, Kulonprogo.
Puluhan rumah kontrakan itu diperuntukkan bagi warga yang tergusur proyek bandara NYIA. Total ada 24 rumah milik warga penolak pembangunan bandara baru yang dirobohkan PT AP I. “Kita sudah siapkan 20 rumah kontrakan bagi mereka selama tiga bulan," tandas Juru Bicara Proyek Pembangunan NYIA, Agus Pandu Purnama, Kamis (19/7/2018).
Editor: Kastolani Marzuki