KULONPROGO, iNews.id - Aturan yang mewajibkan rekam sidik jari bagi pasien BPJS di RSUD Wates tuai kritikan. Aturan ini dinilai memberatkan apalagi untuk pasien berat, lansia dan anak-anak.
Anggota DPRD Kabupaten Kulonprogo Hamam Cahyadi mengatakan, BPJS Kesehatan mewajibkan setiap pasien rujukan BPJS harus melakukan perekaman biometrik melalui rekam sidik jari atau finger print pasien. Rekam sidik jari ini tidak bisa diwakilkan oleh orang lain.
"Ini memberatkan pasien terutama mereka yang sakit berat, lansia dan anak. Proses finger print membutuhkan waktu kurang lebih lima menit tiap pasien, sehingga menimbulkan antrean yang panjang," ujar Hamam dalam keterangan tertulisnya Rabu (8/3/2023).
Hamam menyebutkan antrean yang panjang di RSUD Wates meliputi dua tahap yakni antrean pendaftaran pasien kemudian dilanjutkan antrian finger print.
"Pada kondisi pasien tertentu, misalnya pasien poli jiwa hal ini tentu menimbulkan masalah rumit lagi. Dalam proses perekaman sidik jari membutuhkan lebih banyak SDM untuk membantu proses pengambilan datanya. Bahkan ada relawan pasien poli jiwa yang mengeluhkan pasien tidak bersedia dibawa ke RSUD Wates," ujarnya.
Hamam menyebut dalam kasus pasien jiwa itu, selama ini relawan atau pihak keluarga yang mewakili untuk konsultasi dokter atau mengambil obat. "Namun sejak Nopember 2022 diberlakukannya finger print untuk semua pasien BPJS tanpa terkecuali, bagi pasien poli jiwa ada beberapa keluhan," ujarnya.
Menurutnya sanksi yang akan diberikan pihak BPJS jika tidak dilakukan finger print, maka akan dihapus dari kepesertaan BPJS atau distop obat dan layanan dokter.
"Ini sungguh ironis. Pasien peserta BPJS bisa tidak mendapatkan haknya jika begini. Mestinya ada pengecualian untuk kondisi pasien berat, lansia dan anak dan terutama bagi pasien poli jiwa," ucapnya.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait