Ghosting juga bisa terjadi karena pelaku tidak tahu bagaimana cara mengkomunikasikan konflik dan mencari resolusi konflik. Kondisi ini biasanya diistilahkan dengan malas membahas atau malas ribut. Mereka beranggapan masalah akan terselesaikan sendiri seiring dengan berjalannya waktu.
“Pemicu ghosting adanya perasaan tidak nyaman dalam relasi atau saat ada ketidakcocokan yang tidak bisa dikomunikasikan secara terbuka,” katanya.
Idei mengatakan, ghosting pada dasarnya adalah penolakan, hanya tanpa finalitas. Jadi tidak benar-benar ada kata selesai atau putus. Itu terjadi ketika seseorang berhenti menjawab teks atau panggilan telepon tanpa penjelasan lebih lanjut.
Perilaku tersebut menimbulkan berbagai dampak seperti membuat korban merasa bingung, sakit hati, dan paranoid dikhianati ataupun menyalahkan diri sendiri. Perasaan tidak nyaman yang berkelanjutan tersebut dapat mengganggu fungsi hidup keseharian, misalnya menjadi malas makan dan beraktivitas, tidak mampu berkonsentrasi, dan penurunan performa kerja.
“Bagi korban Ghosting disarankan jangan merendahkan diri. Berhentilah untuk mengejar orang tersebut,” katanya.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait