SEMARANG, iNews.id – Sejumlah industri farmasi berlomba-lomba untuk mematenkan nikotin, karena memiliki dampak terhadap ekonomi. Namun, upaya ini tidak berhasil dan mereka hanya membuat sarana penghantar atau Nicotine Replacement Therapy (NRT).
“Nikotin itu emas, makanya banyak industri farmasi ingin mematenkannya karena akan berdampak terhadap kesehatan dan ekonomi,” kata Koordinator Komunitas Kretek (2010-2016), Abhisam Demosa saat bedah buku “Nicotine War: Membedah Siasat Korporasi Farmasi Jualan Nikotin” karya Wanda Hamilton di Undip Inn, Semarang, akhir pekan kemarin.
Abrisam mengatakan, industri farmasi di Amerika bahkan telah masuk ke WHO. Hal ini tidak lepas dari kepentingan bisnis yang melahirkan FCTC sebagai landasan hukum bagi komisi pengendalian tembakau.
Budayawan asal Jogja, Irfan Afifi mengatakan, jualan industri farmasi terkait pengganti rokok memang bisnis yang bernilai jutaan dolar. Padahal rokok menjadi sebuah integritas yang mampu menyatukan seluruh masyarakat Indonesia.
“Rokok merupakan produk kebudayaan sejak zaman dahulu, yang dalam konteks cipta, rasa, dan karsa, dikenal sebagai kretek,” katanya.
Irfan mengatakan, ada dua perusahaan yang sama-sama berjualan nicotin dengan produk yang berbeda yakni industri farmasi dan perusahaan rokok. Farmasi memiliki kesempatan besar untuk menggandengan instansi-intansi negara maupun lembaga kesehatan untuk melebarkan pasarnya. Caranya dengan membuat regulasi dan kampanye buruk terhadap rokok.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait