Dan terkait dengan rangka atap dia sendiri tidak mengetahui mengapa menggunakan baja ringan dan genteng press. Karena dia tahu tiba-tiba saja sudah terpasang baja ringan. Saat itu dia beranggapan mungkin itu yang diinginkan oleh panitia pembangunan.
Diapun juga tidak pernah tahu bagaimana desain awal bangunan tersebut, karena bukan tanahnya. Meskipun sejatinya anggaran yang digunakan untuk membangun adalah dari sekolah senilai Rp600 juta.
Diapun menyesalkan pengerjaan dari para pemborong yang memang menyebabkan peristiwa tersebut. Karena sejatinya sekolah hanya menginginkan bangunan yang baik dan aman bagi anak-anak namun ternyata dikerjakan dengan asal-asalan.
"Saya itu nggih heran ya itu sama sing nggawe, kontraktornya. Kok iso koyo ngono. Saya golek duit wae rekoso malah koyo ngene," ujarnya.
Di tempat yang sama, GKR Hemas juga meminta kepada pemborong pembangunan gedung SD Muhammadiyah Bogor Playen yang roboh atapnya tersebut bertanggungjawab. Sebab pemborong kurang berhati-hati dalam menggunakan baja ringan.
Pihak pemborong memang harus menyelesaikan permasalahan tersebut karena karena rangka atap yang ambruk tersebut dibangun dengan menggunakan baja ringan. Dan penggunaan baja ringan memang tidak semudah yang dibayangkan
"Sudah cukup bagus penanganan paska kejadian. Hanya memang perlu diselesaikan masalah yang bangun pemborongnya,"ujar dia.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait