JAKARTA, iNews.id - Perang roket dan rudal saat pertempuran Israel dan pejuang Palestina memberikan pemahaman baru mengenai seluk beluk persenjataan. Dalam pertempuran selama 11 hari itu ribuan roket membuat pertahanan udara Israel yang dikenal canggih kebobolan.
Sistem pertahanan Iron Dome yang menggunakan rudal Tamir kewalahan, tak bisa merontokkan semua roket para pejuang Hamas dan Jihad Islam.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia, apa sistem pertahanan udara yang dimiliki TNI dan bagaimana kemampuannya?
Dikutip dari situs web Badan Sarana Pertahanan, Kementerian Pertahanan RI, deteksi dan identifikasi terhadap ancaman udara dimainkan oleh radar pertahanan udara (hanud) Kohanudnas yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Bercerita ke belakang, pada 1960-an TNI Angkatan Udara (AU) pernah dipersenjatai dengan rudal SAM 75 buatan Uni Soviet. Saat itu alutsista tersebut dipersiapkan untuk mendukung rencana Operasi Trikora.
Rudal SAM 75 bahkan membuat negara-negara tetangga segan sehingga Indonesia mendapat julukan 'Macan Asia'.
Hal ini karena SAM 75 memiliki efek detterent yang tinggi dan terbukti andal dalam menghancurkan berbagai sasaran udara. Namun SAM 75 dinonaktifkan pada awal 1980-an setelah memayungi langit Nusantara selama 20 tahun.
Sejak itu TNI terus berbenah memperbarui sistem dan perangkat pertahanan udara, seiring perkembangan yang juga terjadi di negara lain, terutama kawasan.
TNI AU membutuhkan hadirnya satuan rudal sebagai penindak ancaman udara jarak menengah. TNI AU pun menambahkan NASAMS (National Advance Surface to Air Missile System) buatan Norwegia sebagai pengganti SAM 75.
NASAMS merupakan sistem pertahanan udara terintegrasi menggunakan rudal sebagai sarana penghancur sasaran udara, didukung radar dan pos komando sebagai sarana deteksi dan eksekusi target.
"Kemampuan NASAMS mengeliminasi sasaran di udara meliputi rudal jelajah, rudal udara-darat, jet tempur, pesawat pengebom, pesawat tanpa awak, dan helikopter," bunyi pernyataan.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait