Sulastri menunjukkan minyak klentik dan kethak produksinya. (Foto : MPI/erfan Erlin)

Blondo tersebut lantas dimasukkan ke mesin press untuk mengeluarkan minyak dari residu yang dihasilkan. Residu yang telah padat inilah yang mereka namakan sebagai Kethak. Kethak tersebut kemudian ia campur dengan gula Jawa sehingga rasanya menjadi manis.

Sementara minyak klentik yang ia hasilnya kemudian dikemas ke dalam botol ukuran 1 literan. Minyak yang ia hasilkan cukup jernih karena memang sudah melalui proses penyulingan. Sehingga sejak ia lakukan penyulingan, peminat minyak klentik ini meningkat drastis.

"Alhamdulillah selalu habis. Baik kethak ataupun minyaknya," kata dia.

Rata-rata Setiap hari dia memang memproduksi minyak klentik dan juga ketak dengan menghabiskan 500 hingga 530 butir kelapa. 

Dari 500 butir kelapa tersebut ia mampu menghasilkan 27 kg kethak dan 45 kg minyak klentik. Di samping itu, juga ampas (sisa parutan kelapa yang sudah diambil santannya).

Untuk minyak kelapa ia jual seharga Rp14.000 hingga Rp20.000 perkilogramnya bergantung siapa yang beli, grosir atau eceran. Sementara Kethak ia jual Rp40.000 perkilogramnya. Untuk memproduksi, ia mempekerjakan tiga orang tenaga kerja.

"Kalau minyaknya sudah sampai Jakarta. Nah kalau kethaknya sampai Malaysia. Biasanya untuk oleh-oleh," kata dia.

Dia memang sudah puluhan tahun menekuni usaha ini namun dia hanya meneruskan usaha yang telah dirintis oleh nenek moyangnya. Usaha tersebut awalnya dirintis karena di wilayah Srandakan banyak dijumpai pohon kelapa.

"Sekarang tinggal sedikit pohon kelapanya. Saya harus beli dari Kalimantan, Sumatera ataupun Sulawesi. Sekarang harga perbutir Rp1.200," ujarnya.


Editor : Ainun Najib

Sebelumnya
Halaman :
1 2

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network