Tiba di hadapannya, Azwar langsung memegang kantong celana. “Ada apa ini?” kata Azwar, ditirukan Prabowo. Azwar lantas mengecek dan mengambil gula jawa dari kantong celana dan tanpa babibu langsung menempeleng Prabowo.
“Poook. Kira-kira begitu bunyinya. Sakit dan menyakitkan,” ungkap Prabowo. Tentu saja dia sangat kaget. Mantan Pangkostrad ini terkejut saat kadet ditempeleng. Dia lantas membandingkan dengan pendidikan militer di luar negeri seperti Inggris. Di negara itu, menempeleng tidak boleh.
Wajar Prabowo bertanya-tanya mengingat dirinya pernah bersekolah di luar negeri. Karena itu ada kekagetan budaya saat dia menempuh pendidikan Akabri. Namun ajaibnya, Prabowo tak pernah membenci Azwar Syam yang telah menempelengnya di hadapan Taruna lain. Justru lambat laun timbul rasa sayang dan hormat pada komandannya itu. Bagi Prabowo, Azwar Syam merupakan sosok teladan.
Dia blak-blakan mengaku belajar banyak. Karena selain orangnya sangat keras, namun juga sangat disiplin. Azwar, kata dia, selalu tiba pertama kali ketika akan melaksanakan apel pagi. Dalam memeriksa senjata, dia juga sangat detail. Pelajaran lain, Azwar Syam sangat peduli dengan anak buah.
“Kalau anak buahnya mendapat nilai kurang baik, Beliau selalu menemui dosen-dosen dan menghadap ke departemen-departemen untuk memperjuangkan agar ada kesempatan Taruna diperbaiki nilainya,” tutur Prabowo.
Prabowo juga menuturkan kesan dan rasa hormatnya kepada Letnan Jenderal TNI (Purn) Kemal Idris. Kemal merupakah sahabat dekat pamannya, Subianto Djojohadikusumo. Subianto gugur dalam Pertempuran Lengkong, Serpong, bersama Nayor Daan Mogot dan para Taruna Akmil lainnya pada 25 Januari 1946.
Suatu ketika Prabowo bertemu Kemal Idris. Dalam perbincangan itu, Kemal menuturkan tentang Subianto. “Saya ini sahabat pamanmu. Pamanmu orang yang sangat berani. Jika pamanmu masih hidup, saya yakin dia yang jadi Pangkostrad. Kamu harus ikuti jejak pamanmu. Subianto itu dulu jagoan,” ujar Kemal, ditirukan Prabowo.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait