Saat itulah dia benar-benar terpuruk dan tidak tahu harus bagaimana. Berbagai pengobatan alternatif juga ditempuh dengan hasil nihil. Dia pun mengambil cuti kuliah selama lima semester. Barulah 2018 dia kembali masuk kuliah setelah berkonsultasi Kaprodi, Kadep, dan Wadek bidang Akademik.
Dukungan dari kampus, dosen dan teman-temannya membuatnya bangkit untuk menyelesaikan perkuliahan. Berbagai kecemasan sempat muncul namun dia bisa melalui dengan menjaga komunikasi dengan dosen dan fakultas, serta dukungan dari kampus dalam mewujudkan kampus inklusif.
"Saat masuk itu kepedulian terhadap disabilitas belum seperti saat ini, tetapi dengan usaha dan komunikasi yang baik bisa terbentuk suasa inklusif bagi disabilitas,"katanya.
Saat itu dosen diarahkan membuat materi pembelajaran yang harus bisa diakses semua mahasiswa termasuk disabilitas. Asisten dosen juga banyak membantu Giri dalam menjalankan kegiatan pembelajaran, memberikan tutorial untuk beberapa mata kuliah kuantatif.
“Pandemi Covid-19 dengan pembelajaran online menjadi tantangan lagi. Lagi-lagi komunikasi membuat semuanya berjalan baik,” ujarnya.
Menurutnya UGM merupakan kampus yang ramah bagi penyandang disabilitas. Dia ingin UGM terus mengembangkan pendidikan dan lingkungan yang semakin inklusif bagi mahasiswa penyandang disabilitas.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait