Sri Hartini, memiliki tekat untuk menjaga kelestarian Hutan Adat Wonosadi.(MPI/erfan erlin)

Dari cerita yang ada, pada tahun 1965 terjadi pembalakan liar di kawasan hutan Wonosadi. Setelah hutan gundul, saat musim hujan sering terjadi bencana banjir dan longsoran batu. Longsoran itu menimpa dusun di bawahnya dan jika musim kemarau masyarakat kekurangan air.

Kondisi ini memunculkan keprihatinan dan kepedulian Sudiyo, seorang guru SD di wilayah tersebut. Sudiyo adalah bapak dari Sri Hartini. Dia mengajak beberapa warga untuk kembali menanam di kawasan hutan Wonosadi yang tandus.

Perjuangan Sudiyo memang cukup berat, banyak warga yang menyangsikannya bahkan mencemoohnya. Warga menertawai Sudiyo yang menanam pohon yang tidak bisa dijual kayunya atau dipanen buahnya.

"Bapak banyak dicemooh orang, mereka mengatakan bahwa bapak mengerjakan sesuatu yang sia sia," ujar Hartini.

Sujiyo berjuang keras tetap mempertahankan keyakinannya tersebut. Hartini kecil memang sering ikut bapaknya untuk menanam dan merawat pohon-pohon dikawasan hutan, sehingga dia hapal betul perjuangan bapaknya yang dimulai puluhan tahun lalu
 
Lewat seni dan budaya Rinding Gumbeng, menjadi media untuk Sudiyo bersosialisasi kepada warga. Akhirnya ada beberapa orang yang ikut tergerak dan membantu perjuangan Sudiyo membentuk kelompok masyarakat Jaga Wana Ngudi Lestari.

“Lambat laun hutan kembali hijau dan bisa dimanfaatkan warga,” katanya.


Editor : Kuntadi Kuntadi

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network