Selain menambah beberapa keran di sejumlah titik, satu wastafel juga dipasang lengkap dengan lantai. Jalannya dibuat miring untuk memudahkan kelompok rentan.
"Kami juga bangun itu di bagian pintu masuk ke barak. Jadi selain harus ramah bagi kelompok rentan, mulai lansia, difabel, anak-anak dan ibu hamil," kata Joko.
Berdasarkan catatan kelurahan, jumlah warga yang masuk kelompok rentan sebanyak 125 orang. Rinciannya, 30 anak balita, 95 orang lansia, tiga orang ibu hamil dan sisanya difabel. Jumlah tersebut belum termasuk pendampingnya.
"Kalau kapasitasnya sih bisa menampung sekitar 400 orang. Namun, karena kondisi pandemi dikurangi 50 persen hanya 200 orang. Yang kami butuhkan saat ini juga ketercukupan masker karena itu penting bagi para pengungsi yang masuk kelompok rentan," ucap Joko.
Menurut Joko, sebelum Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menaikkan status Merapi dari level Waspada ke Siaga, tanda-tanda alam sudah terlihat. Monyet penghuni Merapi mulai turun sejak beberapa hari terakhir. Bahkan, katanya, ada monyet yang terlihat di belakang kantor kalurahan.
"Itu sudah menjadi salah satu penanda aktivitas Merapi mulai meningkat. Apalagi cuaca di sini mulai panas (gerah)," kata Joko.
Berbekal pengalaman dan tanda-tanda alam tersebut, ditambah informasi yang disampaikan BPPTKG, warga tidak panik maupun bingung. Sejak lama, kata Joko, penduduk lereng Merapi sudah memahami tanda-tanda yang dikirimkan gunung. Mereka pun menyiapkan diri. Seluruh barang-barang berharga sudah dimasukkan ke dalam tas untuk persiapan.
"Dimasukkan dalam TSM. Itu Tas Siap Minggat (TSM), sudah disiapkan oleh warga jika sewaktu-waktu dievakuasi tinggal jalan," katanya.
Joko juga menyiapkan kandang darurat yang akan didirikan tidak jauh dari barak. Jumlah ternak yang dievakuasi sekitar 300 ekor.
"Rencana di depan tanah lapang itu agar warga tidak terlalu jauh untuk merawat ternaknya," ucap Joko.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait