Menurutnya, diskusi seperti Politics Reborn ini penting sebagai sarana menyerap suara dan kegelisahan anak muda yang beragam, untuk kemudian diteruskan sebagai rekomendasi kepada pemerintah.
“Kami mendengarkan, berdiskusi lalu mencari solusi. Anak muda harus bergerak secara konsisten. Dari keresahan menjadi gerakan dan dari gerakan lahirlah kebijakan,” katanya.
Penulis buku Perempuan Tunarungu, Menembus Batas ini pun menyoroti minimnya representasi perempuan dalam politik. Dia menyebut target 30 persen keterwakilan perempuan belum tercapai, dan anak muda termasuk perempuan, harus diberi ruang lebih besar. Generasi Z dan milenial akan menjadi pemimpin berikutnya, maka suara mereka perlu dihadirkan dari sekarang.
"Suara anak muda itu sekarang sangat penting," kata Staf Khusus Presiden periode 2019-2024 ini.
Hadir pula dalam acara itu, Akademisi Hilma Fanniar Rohman turut memperkuat pandangan tersebut. Dia menekankan bahwa anak muda tak boleh hanya jadi “lumbung suara” saat Pemilu.
“Politics Reborn itu bagaimana anak-anak muda bisa berperan aktif dan berpartisipasi dalam agenda politik nasional. Tidak hanya menjadi voter, tapi juga ikut mengisi kekuasaan itu sendiri,” ucapnya.
Dia menyayangkan banyaknya suara anak muda yang tak tersalurkan akibat aturan ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Ini memperlihatkan lemahnya keterwakilan politik generasi muda.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait