YOGYAKARTA, iNews.id- Psikolog Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, Dewi Handayani mengungkapkan kondisi terdakwa kasus klitih Gedongkuning mengalami kecemasan berlebih, takut dan perasaan tertekan setelah mereka ditangkap oleh polisi. Hasil ini diperoleh Dewi bersama LBH Jogja yang mengadvokasi kasus tersebut.
Para terdakwa saat itu dilakukan tes grafis. Ini merupakan metode yang biasa digunakan psikolog untuk mengetahui kondisi seseorang. Para terdakwa diminta menggambar sesuatu di secarik kertas tentang apa yang mereka pikirkan.
"Hasilnya saya kaget karena terlihat bahwa yang gambar sedang merasakan cemas, takut dan tertekan. Bahkan sampai ingin mengakhiri hidupnya. Miris sekali dan hasil itu sejurus dengan temuan dugaan penyiksaan oleh aparat," kata Dewi dalam peringatan satu tahun kasus klitih Gedongkuning, Minggu (9/4/2023) kemarin.
Dewi menjelaskan, hasil tes itu menunjukkan bahwa kondisi psikologis para terdakwa sangat tertekan dengan penangkapan dan dugaan penganiayaan yang dialaminya. Hal itu biasanya akan berpengaruh kepada keadaan fisik mereka. Menurutnya 90 persen orang yang mengalami depresi akan terlihat dari bentuk fisik dan keadaannya yang sangat kentara.
"Dalam kondisi itu menunjukkan bahwa mereka sangat terluka dan dampak trauma itu tidak akan hilang setahun dua tahun. Peran orang tua harus maksimal dan sampai sekarang juga terus berjuang untuk anak mereka," katanya.
Dalam kasus ini, Dewi menilai bahwa seharusnya dalam sidang kasus klitih Gedongkuning itu pengadilan bisa menghadirkan saksi ahli dari unsur psikologi forensik.
Saksi ahli dari unsur itu akan menjelaskan secara gamblang apakah kondisi psikologis masing-masing terdakwa saat perang sarung berlangsung tega menghabisi korban dengan hantaman gir sampai tewas.
"Harus ada saksi ahli yang dihadirkan di pengadilan. Itu bisa mengungkap dengan kondisi psikologis saat mereka perang sarung itu mungkin tidak melempar gir, itu bisa diukur dalam pengadilan," katanya.
Sementara itu aktivis sosial Elanto Wijoyono menyebut, berkembangnya fenomena klitih di Jogja beberapa tahun belakangan menunjukkan bahwa tidak ada keseriusan dan komitmen aparat penegak hukum untuk melakukan langkah antisipasi dan mitigasi. Sekalipun ada bentuknya terkesan reakttif dan tidak sampai ke akar.
"Klitih di Jogja sudah dirasakan beberapa tahun dan muncul baru di tahun politik 2014, namun ada fluktuasi dan bukan berarti soal berkurang atau tidak, karena klitih itu berkembang dan hampir tidak ada antisipasi dan mitigasi dari aparat. Kalau pun ada respons itu reaktif namun kita menilai tidak ada komitmen yang serius," ujarnya.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait