YOGYAKARTA, iNews.id-Sejarah Tan Dji Sing, Kampung Pecinan Ketandan Yogyakarta belum banyak yang tahu. Kampung Ketandan sendiri memiliki sejarah yang lebih panjang ketimbang usia kemerdekaan republik ini.
Rumah bergaya arsitektur Belanda, Cina, dan Jawa nampak masih megah berdiri di Kampung Ketandan. Ketandan sendiri terkenal sebagai permukiman masyarakat Tionghoa dan sentra toko emas di Yogyakarta.
Kampung Ketandan berlokasi di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta ini terdiri dari tiga RW, yakni 04, 05, dan 06 yang dihuni sekitar 1.000 kepala keluara (KK).
Konon wilayah ini terdiri satu rumah. Sekitar 260 tahun yang lalu, wilayah ini satu rumah. Jadi, tidak ada jalan kampung seperti sekarang. Benar-benar sebuah rumah yang besar, dengan luas hampir satu hektare.
Kehadiran Kampung Ketandan tidak bisa dilepaskan dari hubungan antara budaya Tionghoa, Keraton, dan masyarakat Jogja. Dan dari sejarah yang ada, Kampung Ketandan memang menunjukkan hubungan tersebut.
Kampung ini ada sejak akhir abad 19 dan digunakan sebagai pusat bermukimnya orang Cina semasa zaman Pemerintah Kolonial. Ketandan berasal dari kata Tondo yang memili arti ungkapan bagi pejabat penarik pajak atau pejabat Tondo. Oleh Sultan wewenang tersebut diberikan kepada masyarakat etnis Tionghoa.
Keberadaan kampung pecinan Ketandan ini tidak bisa dilepaskan dari seorang tokoh Tionghoa bernama Tan Dji Sing. Tan Dji Sing adalah seorang Kapiten Tionghoa dan ia adalah putra dari seorang bangsawan Jawa.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait