Warga Desa Air Nyatoh menggelar Tradisi Rebo Wekasan. (Foto: Dok.iNews.id/Rizki Ramadhani)

JAKARTA, iNews.idTradisi Rebo Wekasan berasal dari daerah mana menarik dikaji karena ada beragam laku ritual dan amalan yang dilakukan masyarakat di akhir Bulan Safar.

Rabu Wekasan atau Rabu terakhir di Bulan Safar bagi masyarakat Jawa dikenal sebagai hari yang penuh bala. Pada masa Arab Jahiliyah pun, bulan Safar juga disebut bulan sial. 

Dilansir dari Jurnal Theologia IAIN Kudus, masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta, memandang Rebo Wekasan sebagai hari yang dikeramatkan karena dianggap hari tersebut penuh kesialan.

Karena itu, sebagian masyarakat Nusantara, khusunya di Jawa, melakukan ritual khusus di Rebo Wekasan untuk menolak bala atau musibah yang dipercaya turun di hari itu. 

Lantas, tradisi Rebo Wekasan ini berasal dari daerah mana? Berikut ulasannya.

Tradisi Rebo Wekasan Berasal dari Daerah Mana

Tradisi Rebo Wekasan atau Rabu Pungkasan diadakan pada hari Rabu terakhir pada bulan Sapar. Kata Sapar ini identik dengan ucapan kata Arab, Safar yang berarti bulan Arab yang kedua. 

Selain itu, kata Safar juga identik dengan kata sapar atau nama bulan Jawa yang kedua dan jumlah bulan yang dua belas. Sejarah hadirnya tradisi ini ditelaah dalam berbagai versi. 

Dilansir dari laman warisanbudaya.kemdikbud, Pertama, Rebo Wekasan sudah ada sejak tahun 1784 dan sampai sekarang upacara ini masih tetap dilestarikan. 

Pada zaman itu hidup seorang kyai yang bemama mBah Faqih Usman. Tokoh kiai yang kemudian lebih dikenal dengan nama Kiai Wonokromo Pertama atau Kiai Welit dan diceritakan memiliki kelebihan ilmu yang sangat baik di bidang agama maupun bidang ketabiban atau penyembuhan penyakit. 

Pada waktu itu masyarakat Wonokromo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DIY meyakini bahwa mBah Kyai mampu mengobati penyakit dan metode yang digunakan atau dipraktekkan mBah Kyai dalam pengobatan adalah dengan cara disuwuk, yakni dibacakan ayat-ayat AI Qur’an pada segelas air yang kemudian diminumkan kepada pasiennya sehingga pasien tersebut dapat sembuh. 

Berkat ketenaran mBah Kyai Faqih, maka lama kelamaan sampai terdengar oleh Sri Sultan HB I. Untuk membuktikan berita tersebut, kemudian mengutus empat orang prajuritnya supaya membawa mBah Kyai Faqih menghadap ke Keraton dan memperagakan ilmunya itu. 

Ternyata ilmu mBah Kyai itu mendapat sanjungan dari Sri Sultan HB I karena memang setelah masyarakat yang sakit itu diobati dan sembuh.


Editor : Kastolani Marzuki

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network