10 Isu Akan Dibahas pada Muktamar Aisyiyah ke-48, Termasuk Pemilu 2024

Menurut Noordjannah, sebagai sistem demokrasi untuk menjaring pemimpin di tingkat nasional dan lokal, pemilu harus dilakukan secara berkeadaban baik oleh semua pihak. Baik penyelenggara, elit pemerintahan, partai politik, para calon, juga pemilih agar pemilu mendatang bisa mencerminkan kualitas demokrasi.
Sementara itu Sekretaris PP Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah mengatakan, pemilu harus mencerminkan perilaku yang berkeadaban dan demokrasi berkualitas. Fenomena politik pragmatis, politik uang yang sangat memprihatinkan, oligarki politik, orientasi kekuasaan yang sangat kuat sehingga segala cara ditempuh untuk mendapatkan kekuasaan tersebut.
“Belakangan juga politik identitas yang masih berlanjut pasca-pemilu sehingga mengganggu kehidupan kebangsaan yang damai dan kolaboratif. Ini menjadi keprihatinan,” katanya.
Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan keragaman suku, ras, agama, golongan, dan budaya memerlukan sistem pemilu dan perilaku politik yang memperkuat persatuan dan menjunjung perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara. Pemilu yang menyisakan permasalahan akan membawa perpecahan sosial, sikap masyarakat yang pragmatis dengan politik uang, saling menyerang antar pendukung di media sosial, permainan hasil suara dan lain-lain.
Tri berharap maraknya calon presiden tidak membuat gaduh dan menimbulkan perpecahan yang dapat menjadi embrio kemunculan kembali politik identitas. Selain itu harus ada keterwakilan perempuan dalam kelembagaan penyelenggara pemilu di semua tingkatan.
“Pemilu selama ini belum menunjukkan keberhasilan proses rekruitmen perempuan dalam lembaga legislatif dan eksekutif. Keterwakilan perempuan belum mencapai 30 persen,” ujarnya.
Editor: Kuntadi Kuntadi