Biografi Ki Hajar Dewantara, Keturunan Bangsawan Pelopor Pendidikan di Indonesia
JAKARTA, iNews.id – Biografi Ki Hajar Dewantara perlu diketahui sebagai pelopor pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara pun didapuk sebagai Bapak Pendidikan Indonesia.
Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai seseorang yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Lahir dari keturunan bangsawan tidak membuatnya gila harta dan jabatan. Dia justru lantang menyuarakan kritik terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Seperti apa Ki Hajar Dewantara dalam mempelopori pendidikan di Indonesia? Simak biografi lengkapnya berikut ini.
Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Nama lahirnya adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Dia termasuk keturunan bangsawan Pakualaman. Ayahnya adalah GPH Soerjaningrat dan kakeknya adalah Sri Paku Alam III.
Melansir dari ditsmp.kemdikbud.go.id, nama Ki Hajar Dewantara disematkan pada 3 Februari 1928. Bila ditelaah satu persatu, Hadjar artinya pendidik, Dewan artinya utusan, dan Tara artinya tak tertandingi. Nama ini bermakna Bapak Pendidik Utusan Rakyat yang Tak Tertandingi Menghadapi Kolonialisme.
Ki Hajar Dewantara bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS). Setelah itu dia sempat menimba ilmu di School tot Opleiding 10 voor Inlandsche Artsen (STOVIA) atau sering disebut Sekolah Dokter Jawa. Kondisi kesehatan memaksanya berhenti dari STOVIA dan tidak melanjutkan sampai tamat.
Namun, ada kecurigaan beasiswanya dicabut karena sikap tidak senang pemerintah Hindia-Belanda. Ki Hajar Dewantara sempat menulis kritikan untuk pemerintah Hinda-Belanda yang berpotensi memicu pemberontakan.
Putus pendidikan dokter di STOVIA membuat Ki Hajar Dewantara berbelok menjadi jurnalis. Dia menjalankan profesi tersebut di beberapa surat kabar dan majalah, seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.
Menjadi seorang jurnalis membuat Ki Hajar Dewantara semakin tajam mengeluarkan kritik kaum bumiputra kepada penjajah. Dia terkenal membuat tulisan yang komunikatif, halus, mengena, dan keras.
Salah satu tulisan keras yang pernah dia lontarkan pada Juli 1913 adalah “Als ik eens Nederlander was” (Andai aku seorang Belanda).
Ki Hajar Dewantara juga bergabung di organisasi pergerakan nasional, seperti Sarekat Islam, Budi Utomo, dan Indische Partij. Dia sangat dekat dengan rekan seperjuangan di Indische Partij, yakni Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi) dan Cipto Mangunkusumo. Mereka pun memiliki nama julukan, yakni Tiga Serangkai.
Pemerintah Hindia-Belanda marah pada tulisan Ki Hajar Dewantara. Akhirnya, Tiga Serangkai dibuang ke Belanda. Mereka pun hidup terbatas dan mencoba menjadi jurnalis surat kabar dan majalah Belanda, seperti Het Volk dan De Nieuwe Grone Amsterdamer.
Masa pembuangan di Belanda malah membuat Ki Hajar Dewantara lebih kuat. Lewat tulisannya dia menyuarakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dia berhasil menghasilkan nama Perhimpunan Indonesia, organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda, menggelorakan semangat kemerdekaan.
Jiwa pendidikan dalam diri Ki Hajar Dewantara mendorongnya untuk membangun perguruan nasional yang bertujuan untuk mendidik kaum bumiputra.
Dia bersama teman-temanya akhirnya mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta pada 3 Juli 1922. Perguruan Nasional Taman Siswa dibuka untuk sekolah dari berbagai tingkat, mulai taman kanak-kanak hingga pendidikan menengah atas.
Munculnya Taman Siswa disambut baik oleh masyarakat. Sebab berdirinya perguruan nasional ini mampu menanamkan cinta tanah air sekaligus menjadi pelopor sistem pendidikan di tanah air. Ki Hajar Dewantara juga melanjutkan perjuangannya melalui pendidikan dengan resistensi Undang-Undang Sekolah Liar (Wilde Scholen Ordonnantie, 1932).
Berkat baktinya pada pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara memperoleh sejumlah jabatan dan penghargaan.
Dia diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1950. Kemudian Ki Hajar Dewantara diangkat Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional pada 1959. Tanggal lahirnya, 2 Mei, dijadikan Hari Pendidikan Nasional.
Ki Hajar Dewantara juga memiliki beberapa semboyan terkenal, yaitu Tut Wuri Handayani. Semboyan itu sampai saat ini dipakai sebagai semboyan pendidikan dan logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ki Hajar Dewantara meninggal pada 26 April 1959 di Padepokan Ki Hajar Dewantara. Beliau dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta.
Itulah biografi Ki Hajar Dewantara, seorang mulia yang memprakarsai pendidikan di Indonesia. Semoga menambah pengetahuanmu, ya!
Editor: Ainun Najib