Cerita Guru SD Layanan, Harus Kerjakan Sendiri Perbaikan Atap yang Rusak
Dana BOS sendiri tidak boleh digunakan untuk rehab berat gedung sekolah karena hanya boleh digunakan untuk kegiatan pembelajaran ataupun ekstra kurikuler. Sehingga pihaknya berusaha meminimalisir pengeluaran termasuk untuk rehab gedung yang sudah rusak ini.
"Ya untuk memperbaiki atap kita kerjakan sendiri, para guru kerjabhakti setiap pulang sekolah. Kita tidak mengundang tukang bangunan biar irit," kata dia.
Para gurupun patungan untuk membeli kayu usuk tersebut. Mereka juga harus rela naik ke atap memperbaikinya. Tujuannya agar atap yang rapuh tersebut tidak membahayakan para siswa ketika belajar. Mereka bergotong royong usai siswa selesai belajar di sekolah.
SD Karangwetan memang cukup terpencil di antara Gunung Batur Agung dan Watugentong. Untuk menuju ke SD tersebut harus menyusuri jalan Corblok sejauh 3 kilometer dari jalan aspal dengan kontur membahayakan.
SD Karangwetan berdiri tahun 1980 dan dijadikan sebagai SD Layanan. Sejak berdiri jumlah siswanya tidak pernah mencapai di atas 60 orang. Kini ada 36 siswa yang belajar di sekolah tersebut di mana 9 orang di antaranya adalah anak berkebutuhan khusus.
"Di sini sekolah inklusi. Ada 3 siswa yang lambat belajar, seorang downsindrom atau tuna grahita sedang dan 4 Tunagrahita ringan," ungkap dia.
Meskipun serba terbatas namun 7 guru dan penjaga sekolah tidak patah semangat mengajar. Mereka mencintai SD tersebut sehingga rela berjuang agar para siswa tetap belajar dengan nyaman.
Editor: Ainun Najib