FGD UMY, La Nyalla Sampaikan 4 Dampak Presidential Threshold bagi Partai Kecil

Sementara itu pembicara dalam FGD, Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tatanegara UGM mengatakan, presidential threshold hanya untuk mengonsentrasikan kekuasaan untuk kepentingan tertentu.
"Ini tidak bisa dilepaskan dari permainan oligarki. Yang kemudian kita takutkan adalah jangan-jangan kita dimainkan oleh sistem yang oligarki yang seakan-akan bagus dan dijamin MK," katanya.
Namun, Zainam mengatakan, untuk menjawab soal presidential threshold, sebenarnya tidak perlu dengan amandemen. Kerja lebih mudah dengan merevisi UU tentang Pemilu. "Diubah saja di pasal-pasalnya soal ambang batas itu. Jadi tidak perlu dengan amandemen," katanya.
Zainal khawatir amandemen malah merusak sistem presidensil yang diyakini Indonesia sekarang. "Amandemen jangan sampai merusak sistem presidensiil. Presidensiil itu yang memilih presiden adalah rakyat. Jangan sampai presiden dipilih lagi oleh MPR atau parlemen," katanya
Dosen Fakultas Hukum UMY, Iwan Satriawan mengatakan, banyak barikade yang harus dilalui dalam menggugat presidential threshold karena pasti ada pihak yang menguncinya. Dia berharap barikade itu bisa dibuka oleh DPD.
"Tapi DPD tidak bisa sendiri, harus dengan bantuan dari gerakan mahasiswa, organisasi-organisasi masyarakat atau civil society lainnnya," ujarnya.
Iwan sepakat semua partai harus bisa mencalonkan presiden, tidak dikunci dengan adanya ambang batas pencalonan presiden. Bahkan, presidential threshold harus dihapuskan agar muncul calon-calon potensial.
"Perlu tekanan publik yang kuat agar parpol memikirkan kepentingan negara bukan menghamba pada oligarki," katanya.
Editor: Maria Christina