Gusti Moeng Luruskan Stigma Keraton Solo Pro Belanda

SOLO, iNews.id – Bangsawan Keraton Solo GKR Wandansari Koes Moertiyah (Gusti Moeng) menyoroti sejarah Perjanjian Giyanti dan Jatisari. Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta (Keraton Solo) itu ingin meluruskan adanya stigma bahwa Raja Pakoe Boewono (PB) II dan PB III pro Belanda menyusul adanya kedua perjanjian tersebut.
Perjanjian Giyanti dan Jatisari selama ini dikenal sebagai cikal bakal munculnya dua keraton, yakni Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Keraton Kasultanan Yogyakarta.
“Kami mencari kebenaran apakah benar (Kerajaan) Mataram dibagi menjadi dua melalui dokumen-dokumen sejarah yang ada,“ kata Gusti Moeng, Kamis (11/2/2021).
Termasuk naskah Perjanjian Giyanti koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Guna menelusuri kembali sejarah itu, ia dan tim melakukan kajian terkait Perjanjian Giyanti dan Jatisari. Tim terdiri dari tiga pemerhati sejarah. Pihaknya berharap melalui kajian yang dilakukan, menjadi pintu kebenaran tentang perjalanan Kerajaan Mataram.
Editor: Ainun Najib