Kantor Pajak Sasar Apoteker sebagai WP Program Pengungkapan Sukarela
SLEMAN, iNews.id - Apoteker menjadi wajib pajak yang menjadi salah satu sasaran Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Mereka bekerja di apotek sebagai tempat jual beli obat dan alat-alat kesehatan.
“Pemerintah memiliki program pengungkapan sukarela, salah satu yang cukup ditunggu adalah wajib pajak apoteker,” kata Kasi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman Sri Widiyanto pada seminar online series yang digelar Pimpinan cabang Ikatan Apoteker Indonesia (PC IAI) Sleman, Minggu (19/6/2022).
Seminar online series ke-38 ini, mengangkat tema Kupas Tuntas Peraturan Terbaru BPOM dan Perpanjakan di Klinik dan apotek. Kegiatan ini diikuti 1.100 peserta secara daring dan 100 peserta luring.
Menurutnya, pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi Peraturan Pajak. Pemerintah memberi kesempatan bagi wajib pajak untuk melaporkan kewajiban perpajakan yang belum terpenuhi secara sukarela.
Selain memiliki NPWP, apoteker juga memiliki SIA (Surat Izin Apotek) yang menunjukkan di mana berpraktek. Salah satunya di apotek sebagai sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker.
“Apotek selain menjadi transaski jasa, ia juga tempat terjadinya jual beli obat legal yang selalu diikuti dengan pajak,” katanya.
Pemerintah telah merubah tarif PPN dari 10 menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Selain itu, per Januari 2022 tarif PPh21 wajib pajak orang pribadi di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan(UU HPP) No 7 Tahun 2021 juga mulai berlaku.
Sementara itu Kepala BBPOM Yogyakarta, Trikoranti Mustikawati mengatakan, standar pelayanan kefarmasian menjadi tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
“Tanggungjawab apoteker berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien,” katanya.
Menurutnya, tidak ada niatan dari seorang apoteker untuk mencelakai atau mengambil keuntungan dari pasiennya. Namun kerap apa yang dilakukan menyalahi peraturan, seperti menjual obat prekursor dengan dot merah tanpa resep dokter oleh BBPOM.
“Apoteker dan pejabat yang berwenang harus saling berkomunikasi dan mensepakati ketetapan bersama demi peningkatan pelayanan kefarmasian di apotek dan klinik,” katanya.
Editor: Kuntadi Kuntadi