Kehadiran Rusia di KTT G20 Ditolak Negara Barat, Imbas Invasi ke Ukraina

WASHINGTON, iNews.id - Kehadiran Rusia di KTT G20 tahun ini ditolak oleh negara-negara barat. Penolakan ini terkait invasi negara Beruang Merah itu di Ukraina.
Setiap tawaran untuk mengolak Rusia secara langsung dimungkinkan akan mendapat veto dari anggota lain, meliputi China, India, Arab Saudi, dan lainnya yang sekaligus meningkatkan prospek beberapa negara alih-alih melewatkan pertemuan G20 tahun ini.
Dilansir dari Reuters, salah satu senior G7 menyebut, saat ini ada diskusi yang membahas pantas atau tidaknya Rusia untuk menjadi bagian dari G20.
"Jika Rusia tetap menjadi anggota, itu akan menjadi organisasi yang kurang berguna," ujar sumber senior G7 dikutip, Rabu (23/3/2022).
Sumber G7 memperkirakan tidak mungkin bahwa Indonesia, yang saat ini memimpin G20, atau anggota seperti India, Brasil, Afrika Selatan, dan China akan setuju untuk mengeluarkan Rusia dari grup.
Menurut sumber tersebut, jika negara-negara G7 melewatkan pertemuan G20 tahun ini, itu bisa menjadi sinyal kuat bagi India.
Hal ini telah menarik kemarahan beberapa negara Barat atas kegagalannya untuk mengutuk invasi Rusia dan mendukung tindakan Barat terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin.
G20 bersama dengan G7 yang terdiri dari Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Italia, Kanada, Jepang, dan Inggris merupakan platform internasional utama untuk mengoordinasikan segala hal mulai dari aksi perubahan iklim hingga utang lintas batas.
G7 diperluas ke format G8 baru termasuk Rusia selama periode hubungan yang lebih hangat di awal 2000-an. Tetapi. Moskow diskors tanpa batas waktu dari grup tersebut setelah aneksasi Krimea pada tahun 2014.
Secara terpisah, sumber Uni Eropa mengkonfirmasi terkait diskusi tentang status Rusia pada pertemuan G20 mendatang, di mana Presidensi G20 saat ini dipegang oleh Indonesia.
“Sudah sangat jelas bagi Indonesia bahwa kehadiran Rusia pada pertemuan tingkat menteri yang akan datang akan sangat bermasalah bagi negara-negara Eropa,” ucap sumber tersebut, seraya menambahkan bahwa tidak ada proses yang jelas untuk mengecualikan suatu negara.
Editor: Ainun Najib