Kisah Heroik Pratu Suparlan, Prajurit Kopassus yang Hadang 100 Fretilin di Timor Timur

JAKARTA, iNews.id - Komando Pasukan Khusus (Kopasssus) TNI AD adalah pasukan yang terlatih. Kopassus melahirkan prajurit-prajurit pemberani dan mumpuni.
Salah satunya adalah Pratu Suparlan mendapat julukan Rambonya Indonesia. Atas jasanya melawan pemberontak Komunis Fretilin, nama Pratu Suparlan diabadikan sebagai landasan pacu di Pusdikpassus, Kecamatan Batujajar, Bandung, Jawa Barat.
Tak hanya itu sebuah granit hitam berpahatkan namanya diletakkan di Komplek Markas Besar TNI Cilangkap.
Kisah Pratu Suparlan dalam operasi militer di Timor Timur pada 9 Januari 1983 itu dikenang lewat tulisan di Majalah Baret Merah edisi April 2014. Dengan heroik dia mengadang lebih dari 100 prajurit Fretilin sehingga dijuluki Rambonya Indonesia.
Timor Timur sempat mengalami kekosongan kekuasaan sebelum bergabung menjadi bagian dari Indonesia. Pada 1975, terjadi Revolusi Bunga di Portugal, negara yang saat itu menduduki Timor Timur. Revolusi tersebut menyebabkan Portugal tidak bisa mempertahankan kekuasaannya di Timor Timur. Kondisi ini dimanfaatkan partai politik komunis Fretilin untuk merebut Timor Timur.
Salah satu usaha Fretilin untuk menguasai Timor Timur adalah membantai lebih dari 60.000 warga sipil yang menginginkan integrasi dengan Indonesia. Demi mencegah terjadinya hal lebih buruk, Indonesia membentuk pasukan gabungan Nanggala-LII Kopassandha (sekarang Kopassus).
Satu grup terdiri dari sembilan orang pun dikirim. Dari jumlah itu, empat di antaranya, termasuk Pratu Suparlan, merupakan anggota Kopassandha. Sedangkan lima lainnya anggota Kostrad. Pasukan ini dipimpin Letnan Poniman Dasuki.
Pasukan melakukan patroli di Zona Z, KV 34-34/Komplek Liasidi di pedalaman hutan Bumi Larose. Wilayah ini terkenal sangat rawan, sebab dijadikan sebagai sarang tokoh-tokoh utama Fretilin yang memiliki persenjataan yang unggul pada masanya serta pasukan terlatih dengan pengalaman perang mumpuni.
Rencana awal pasukan Kopassandha adalah menyergap pos pengamatan Fretilin untuk memudahkan langkah. Namun, setelah rencana tersebut berhasil dilakukan, tiba-tiba pasukan Fretilin berjumlah sekitar 300 orang muncul dari berbagai arah lengkap dengan senjata canggih, seperti senapan serbu, mortar, dan GLM. Posisi pasukan Kopassandha juga tidak menguntungkan.
Dengan jumlah pasukan dan kelengkapan senjata berbeda jauh, ditambah posisi terdesak di pinggir jurang, satu per satu anggota pasukan gugur. Anggota Kostrad yang menjaga baris depan hampir seketika tumbang, diikuti tiga orang lain dari formasi belakang.
Karena kalah jumlah, pasukan yang jumlah anggotanya semakin berkurang ini memutuskan mundur hingga sampai pada bibir jurang dan memikirkan cara meloloskan diri tanpa semakin mengurangi jumlah anggota tersisa. Satu-satunya jalan adalah melalui celah bukit dan dibutuhkan waktu yang tepat agar mereka bisa lolos sebelum pasukan Fretilin menutup celah tersebut.
Melihat kemungkinan ini, komandan tim (dantim) segera memerintahkan anggota yang tersisa untuk meloloskan diri. Pratu Suparlan kemudian mengajukan diri untuk mengadang musuh, mengulur waktu, agar pasukan kecil tersebut dapat melarikan diri dengan selamat.
Meskipun telah diberi peringatan, dia tetap maju, mengambil senapan mesin otomatis FN Minimi milik rekannya yang gugur lalu menghampiri pasukan Fretilin. Banyak tembakan mengenai tubuhnya. Seorang saksi mata mengatakan, Pratu Suparlan saat itu terlihat seperti banteng, mengejar pasukan Fretilin tanpa lelah meski dirinya dalam keadaan terluka.
Editor: Ainun Najib