get app
inews
Aa Text
Read Next : Pertempuran Tegal dan Cilacap, Jejak Perlawanan ALRI Terhadap Agresi Militer Belanda 1947

Kisah Pangeran Diponegoro Dikhianati Patih dan Rakyat hingga Terserang Malaria 

Jumat, 25 November 2022 - 06:50:00 WIB
Kisah Pangeran Diponegoro Dikhianati Patih dan Rakyat hingga Terserang Malaria 
Lukisan Pangeran Dipnegoro.

JAKARTA, iNews.id - Perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda pada 1829 mengalami kesulitan. Sebagian masyarakat mulai enggan berjuang bersama.

Tak hanya itu, sejumlah pejabat lokal mengurangi pasokan logistik dan malah berbalik menentang Pangeran Diponegoro.

Dalam buku "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1825" yang ditulis Peter Carey disebutkan banyak warga lokal yang mengungsi ke wilayah di bawah kendali benteng Belanda karena merasa keamanannya lebih terjamin dan kesempatan ekonomi yang lebih baik.  

Dalam 15 bulan terakhir pada masa perang, ada kasus di mana warga di daerah kekuasaan Pangeran Diponegoro berbalik melawan pejabat-pejabat culas pendukung Diponegoro.

Warga menghabisi mereka karena begitu besar hasrat penduduk akan perdamaian.

Kebijakan para komandan benteng Belanda juga ikut berpengaruh karena berhasil merebut hati penduduk dengan menjanjikan pemberian bajak gratis, hewan penghela, dan benih gratis jika mau pindah ke wilayah Belanda. 

Kebijakan Belanda dalam menurunkan pajak, mengurangi kewajiban kerja bakti, dan menaikan upah buruh harian di sekitar benteng, untuk mendorong para petani dan keluarga mereka tetap betah tinggal di dekat benteng itu. 

Alhasil pada September 1820, di tahun keempat perang terorganisasi melawan Belanda di daerah-daerah subur pangan di Jawa tengah bagian selatan akhirnya berakhir.

Ikatan rasa saling percaya dan kerja sama antara pasukan Pangeran Diponegoro dan penduduk desa setempat sudah rusak. Tanpa dukungan rakyat, tidak mungkin lagi Pangeran melancarkan perang gerilya. 

Di sisi lain, ini mempengaruhi nasib keselamatan Pangeran Diponegoro. Sang pangeran mulai berada di titik nadir. Pada 21 September 1829,

Pangeran Ngabehi, panglima paling senior yang tersisa, terbunuh bersama dua putranya dalam pertempuran sengit di Pegunungan Kelir, di perbatasan Bagelen - Mataram. 

Pada 11 November 1829, Pangeran Diponegoro nyaris tertangkap oleh pasukan gerak cepat ke-11 yang dikomandoi oleh Mayor A. V. Michiels di Pegunungan Gowong. Diponegoro lalu memutuskan untuk masuk ke hutan-hutan di sebelah barat Bagelen dengan hanya ditemani dua punakawan atau pengiring terdekat, yakni Bantengwerang dan Roto. 

Di tangan kedua orang itu, semua kebutuhan Pangeran Diponegoro dilayani serta turut sebagai penunjuk jalan dan penasehatnya. Konon pengembaraan ini membawa sang pangeran sampai ke Sampang di daerah Remo, di hulu Kali Cincingguling, kawasan yang jauh antara Bagelen dan Banyumas. 

Konon Pangeran Diponegoro terus mengembara dalam persembunyiannya. Menembus hutan perawan lebat, bersembunyi di gua-gua, mencari bantuan dimana itu dimungkinkan di tengah hujan lebat dan angin kencang. Sang pangeran kerap mengalami kekurangan makanan, tidak punya tempat berteduh di waktu malam. 

Nasib Pangeran Diponegoro kian miris ketika patih setianya, Raden Adipati Abdullah Danurejo membelot ke pihak Belanda. Dia terpaksa terus bersembunyi di lebatnya hutan, dengan harus menahan rasa sakit menderita luka di kakinya. Sakit malaria membuat fisik sang pangeran melemah. 

Pangeran Diponegoro menanggung dengan tabah semua derita ini sampai 9 Februari 1830. Sang pangeran terus menanggungnya dengan tabah sampai akhirnya ketika negosiasi- negosiasi awal dengan Kolonel Jan Baptist Cleerens.

Editor: Reza Yunanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut