Perjanjian Giyanti, Jadi Tonggak Lahirnya Kasultanan Yogyakarta
YOGYAKARTA, iNews.id - Pemda DIY menjadi bagian dari NKRI, setelah Sri Sultan Hamengku Buwono IX menyatakan sepenuhnya Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat bergabung kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kasultanan Yogyakarta dibentuk pada abad ke-17 setelah ada Perjanjian Giyanti.
Cucu Sri Sultan HB VIII, Gusti Kukuh Hestrianing yang akrab disapa Gusti Aning menyebutkan, berdirinya Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat tidak lepas dari Perjanjian Giyanti pada abad ke 17, tepatnya pada tanggal 13 Februari 1755. Perjanjian ini ditandatangani pada Kamis Kliwon tanggal 12 Rabingulakir 1680 TJ, yang menyatakan Kerajaan Mataram dibagi dua yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat.
“Kasunanan Solo selanjutnya dipimpin oleh Susuhunan Paku Buwono III dan Ngayogyakarto dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I,” katanya.
Dua hari setelah perjanjian Giyanti atau tanggal 15 Februari 1755, terjadilah pertemuan antara Sultan Yogyakarta dengan Sunan Surakarta di Lebak Jatisari. Pertemuan tersebut membahas peletakan dasar kebudayaan bagi masing-masing kerajaan.
Selain itu juga dibahas tata cara berpakaian, adat istiadat, bahasa, gamelan dan berbagai hal lainnya. Sri Sultan HB I memilih tetap melanjutkan tradisi lama budaya mataram. Sementara Sunan Pakubuwono III sepakat melakukan modifikasi atau menciptakan bentuk budaya baru.
Kemudian tanggal 13 Maret 1755 Kasultanan Yogyakarta resmi memproklamasikan diri atau Hadeging Nagari Ngayogyakarto Hadiningrat dikumandangkan. Selanjutnya, Sri Sultan HB I memulai pembangunan Keraton Yogyakarta.
Pada 9 Oktober 1755, proses pembangunan Keraton Yogyakarta dimulai. Selama kurun waktu setahun, proses pembangunan keraton dapat diselesaikan dan selama pembangunan Keluarga Sri Sultan HB I tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang.
"Sri Sultan HB I masuk ke Keraton Yogyakarta pada Kamis Pahing tanggal 13 Suro 1682 atau tanggal 7 Oktober 1756. Peristiwa ini ditandai dengan Sengkalan Memet Dwi Naga Rasa Tunggal dan Dwi Naga Rasa Wani," papar dia.
Kasultanan Yogyakarta terus mengalami perubahan akibat pengaruh pemerintahan kolonial baik Belanda ataupun Inggris. Kedua negara tersebut pernah melakukan agresi ke wilayah Yogyakarta.
Di laman Kratonjogja.co menyebutkan Tanggal 20 Juni 1812, Inggris berhasil menyerang dan memasuki Keraton sehingga Sri Sultan HB II dipaksa turun tahta. Penggantinya, Sri Sultan HB III dipaksa menyerahkan sebagian wilayahnya untuk diberikan kepada Pangeran Notokusumo atau putera HB I yang diangkat sebagai Adipati Paku Alam I.
Wilayah kekuasaan Paku Alam I meliputi sebagian kecil di dalam ibukota negara dan sebagian besar di daerah Adikarto atau Kabupaten Kulonprogo bagian selatan. Daerah ini bersifat otonom dan dapat diwariskan ke keturunan Pangeran Notokusumo.
“Sejak 17 Maret 1813, Adipati Paku Alam I mendeklarasikan berdirinya Kadipaten Pakualaman,” katanya.
Perubahan besar terjadi setelah lahirnya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sri Sultan HB IX segera mengucapkan selamat atas berdirinya republik baru tersebut kepada para proklamator kemerdekaan saat itu.
Dukungan kepada RI semakin penuh ketika Sri Sultan HB IX Dan Sri Paduka Paku Alam VIII mengeluarkan amanat pada tanggal 5 September 1945 yang menyatakan bahwa wilayahnya yang bersifat kerajaan adalah bagian dari NKRI.
Editor: Kuntadi Kuntadi