Status Tanah Tutupan di Parangtritis Tak Jelas, Dulu Jadi Benteng Jepang Lawan Sekutu

Menurutnya, Tanah Tutupan Jepang berupa perbukitan yang membujur dari Jembatan Kretek di Sungai Opak hingga Pantai Parangtritis. Luasnya mencapai 118 Hektare dan terbagi 256 bidang tanah yang telah memiliki alas hak Letter C pada jaman penjajahan Belanda. Pemegang letter C merupakan generasi ketiga dan kelima dan semua nama yang ada sudah meninggal. Kondisi mengakibatkan pemilik letter C berkembang menjdi 1.400 orang.
“Status kepemilikan Tanah Tutupan Jepang masih menggantung karena ketidakpastian yang berlangsung selama 70 tahun lebih,”katanya.
Tanah ini sejatinya adalah tanah rampasan bangsa Jepang ketika menjajah Indonesia. Jepang menggunakan perbukitan untuk benteng pertahanan dari serangan Sekutu. Jepang telah mendirikan bunker-bunker di atas bukit pinggir pantai untuk mengintai pergerakan tentara Sekutu.
Dari atas bukit, mereka leluasa melihat laut dan akan mengetahui ketika tentara sekutu tiba sewaktu-waktu. Jepang lantas membangun pagar dari besi mengelilingi hutan yang ada di Tanah perbukitan tersebut dan melarang warga mendekat.
"Tanah Tutupan itu sebenarnya alas (hutan). Jepang memagarinya karena tidak menginginkan masyarakat beraktivitas di sana sekalipun untuk menggembala dan mencari pakan ternak. Karena dilarang maka warga menyebut tanah itu tertutup (terlarang) dan disebutlah tanah tutupan," ujarnya.
Editor: Kuntadi Kuntadi