Warga Keluhkan Ujian Praktik SIM hingga Tes Kesehatan di Satpas Polresta Jogja

YOGYAKARTA, iNews.id - Praktik ujian SIM di Satpas Polresta Yogyakarta dikeluhkan. Ujian itu dinilai di luar kewajaran dalam berkendara di Jalan raya. Warga juga heran dengan tes kesehatan hingga psikologi yang hanya boleh di klinik depan Satpas Polresta Yogya.
Salah seorang warga Kunto Wisnu Aji menceritakan pengalamannya saat pada Selasa, 14 Desember 2021 lalu mengikuti ujian SIM C dan A di Satpas Polresta Yogyakarta. Kunto mengaku sebelumnya telah memiliki SIM baik baik A dan C. Namun dirinya terlambat memperpanjang dan harus mengurus SIM baru mulai dari awal meliputi proses pendaftaran, tes kesehatan dan psikologi, foto, ujian tulis hingga ujian praktik.
Nah, pada saat mengurus persayaratan itu dia heran lantaran untuk cek kesehatan dan cek psikologi, pembuat SIM tidak boleh menggunakan layanan kesehatan selain klinik di depan Gedung Satpas Polresta Jogja.
"Ketika saya tanya kenapa tidak diperbolehkan cek kesehatan dan psikologi selain di sini? Jawaban petugas mengatakan ini kami yang ditunjuk oleh Dokpol. Padahal seharusnya masyarakat memiliki hak konstitusional bebas memilih pelayanan kesehatan mana yang akan digunakan. Bebas memilih harga pelayanan yang terjangkau. Di situ juga disediakan map warna kuning yang menurut keterangan tidak boleh pake map warna yang lain," ujarnya kepada iNews.id, Selasa (21/12/2021).
Menurut Kunto saat itu tes kesehatannya pun hanya disuruh melihat angka. Tes psikologinya hanya mengerjakan pertanyaan yang tidak ada kaitannya sama ketika kondisi psikologi dalam berlalu lintas.
Keheranan Kunto makin bertambah saat ujian praktik untuk motor dan mobil. Menurutnya materi-materi yang diujikan tidak pernah kita jumpai ketika berkendara di jalan. Misalnya materi praktik pengereman secara mendadak dalam jarak yang sangat dekat dengan garis finish.
"Pada materi praktik SIM C (motor), peserta ujian tidak boleh mengurangi gas dan mengerem sebelum sampai batas garis yang ditentukan. Padahal jarak batas garis tersebut dengan finish tidak sampai 5 meter. Pengereman mendadak dengan kondisi kecepatan gas yang belum berkurang tentu membuat peserta ‘ngepot-ngepot’. Bahkan ada yang sampai nabrak corong orange/cone," ujarnya
Selain itu, ada juga materi praktik peserta disuruh meliuk-liuk zigzag membentuk angka delapan. Dia melihat kedua materi tersebut merupakan kendala dan penyebab gagalnya peserta dalam ujian praktik SIM C. "Tidak hanya sekali gagal, namun biang kerok berkali-kali gagal," ujarnya
Hal yang sama juga terjadi untuk praktik SIM A (mobil), pada tahap peserta diminta untuk menyetir mobil dengan cara zigzag maju dan zigzag mundur. "Terkait zigzag mundur, semua peserta ujian yang berbarengan dengan saya, gagal semua. Cuma saya yang baru pertama kali, sementara lainnya sudah lebih dari 4 kali," katanya.
Kunto menyebut, dari materi praktik baik untuk SIM C dan SIM A, kesemuanya tidak pernah kita jumpai dalam berkendara sehari-hari. Sebelumnya Kunto telah memiliki SIM A dan C, artinya dia sudah memiliki pengalaman berkendara bertahun-tahun minimal sama dengan usia SIM yang dia miliki sebelumnya.
Seperti materi praktik SIM C berupa pengereman secara mendadak. Menurutnya kalau sampai materi ini dipraktekkan secara nyata di jalan risiko laka lantas sangat besar. Mulai dari nabrak, terpeleset, ngepot, jatuh, bahkan kalau membawa penumpang bisa terpental.
"Secara logika dan naluri berkendara, apabila kita hendak berhenti, minimal 10 meter sebelum berhenti gas sudah dikurangi dan sedikit demi sedikit sudah mulai mengerem. Mengenai praktek zigzag, kapan materi itu akan kita praktekkan secara nyata di jalan, bukankah ini akan menimbulkan efek negatif dan memicu untuk berkendara secara ugalan-ugalan?" katanya.
Dia juga mempertanyakan prakitik menyetir mobil secara zigzag baik maju atau mundur dikaitkan dengan praktik menyetir di jalan raya.
"Kalau begini, apa gunanya Pak Presiden susah-susah sampai harus utang hanya untuk membangunkan kita semua jalan tol yang lurus dan bebas hambatan? Apa benefit yang kita dapatkan dengan menyetir zigzag? Sungguh aneh dan tidak mendidik sama sekali," katanya.
Editor: Ainun Najib