JAKARTA, iNews.id – Tarian tradisional Yogyakarta masih lestari di era modernisasi ini. Tak heran, Yogyakarta pun terkenal dengan budaya yang kental dan seni yang istimewa.
Tarian tradisional Yogyakarta berkembang dari lingkungan keraton hingga berkembang sebagai seni pertunjukkan yang sakral dan syahdu. Penasaran apa saja tarian tradisional yang ada di Yogyakarta? Yuk Simak!
Deretan Tari Tradisional Yogyakarta
Tari Serimpi
Tari Serimpi adalah tarian sakral yang berasal dari kesultanan Yogyakarta. Tarian ini hanya dipentaskan pada acara-acara penting dan hanya dimainkan dalam lingkungan keraton, sebagai bagian dari acara kenegaraan. Namun dengan perkembangan zaman, tarian ini boleh ditarikan di beberapa acara lainnya, mengingat tarian ini sudah mendunia.
Tari Serimpi sangat mengandung nilai estetika yang memperlihatkan keanggunan, kecantikan, dan kesopanan sang penari. Gerakan dalam tarian ini sangat lembut dan lemah gemulai dengan diiringi alunan gamelan dan juga adanya tembang-tembang Jawa yang terdengar. Perpaduan gerakan tari yang lemah gemulai dan alunan gamelan dan tembang Jawa menjadi satu kesatuan yang apik jika diperlihatkan.
Tari Klana Alus
Tari Klana Alus adalah tarian yang berkembang di keraton. Tarian ini diambil dari tokoh Prabu Dasalengkara dalam wayang wong lakon Abimanyu Palakrama yang sedang sedang jatuh cinta pada seorang bernama Dewi Siti Sendari.
Gerak tariannya pun diambil dari salah satu adegan wayang wong Abimanyu Palakrama yang berkarakter halus sesuai dengan tokoh yang ada di dalam wayang Keraton Yogyakarta. Tarian yang halus ini diiringi dengan gending cangklek laras slendro.
Tari Beksan Lawung Ageng
Tarian khas Yogyakarta ketiga adalah Tari Beksan Lawung Ageng. Tarian ini adalah salah satu tarian Keraton Yogyakarta. Tarian ini terinspirasi dari kegiatan prajurit kerajaan pada era Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Beranggotakan laki-laki dan memiliki banyaknya peran dalam tarian, membuat tarian ini terkesan lebih hidup dan beralur. Alunan gamelan pada tarian ini menggunakan iringan gamelan khusus, yaitu Kiai Guntur Sri.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait