Seluruh pelestari sastra lokal ini tampil mengenakan busana tradisional lengkap khas Yogyakarta. Yakni surjan atau kebaya lurik, kain jarik, serta keris dan blangkon untuk lelaki.
Mereka melantunkan berbagai tembang macapat dalam ajang tersebut, termasuk doa tolak bala dalam bentuk tembang pangkur, tembang dhandangula, kinanthi, dan mijil.
Selain itu dilantunkan pula tembang dolanan seperti ilir-ilir dan gundhul-gundhul pacul serta tembang berisi doa untuk kesejahteraan.
Perwakilan Balai Bahasa DIY Ratun Untoro menyebut gelar macapat merupakan wujud perhatian, dukungan, dan keterlibatan Pemerintah Kota Yogyakarta pada upaya perlindungan, pembinaan, dan pelestarian budaya tradisional.
"Sudah ada pergeseran macapat dari tembang nafas kehidupan menjadi ilmu pengetahuan yang dipelajari struktur dan pola pelantunannya. Karena sudah menjadi ilmu maka perlu terus dipelajari dan dipraktikkan," ujar Ratun Untoro.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait